“Assalamualaikum Mas,” ucap Darno, teman lama Darman, saat datang menjenguk ke rumah sakit. “Bagaimana kondisinya?” Tanyanya. “Kok nggak segera menghubungi aku to? Lha ke klinik dan ke rumah sakit ini sama siapa yang antar?”
“Waalaikum salam, Mas. Ya begini.” Jawab Darman lirih. “Aku nggak mau ngrepoti sampean, Mas. Aku ke klinik diantar ibunya Dimas. Ternyata harus dirujuk dan diantar dari klinik ke sini.” Jelas Darman.
“Bagaimana hasil pemeriksaan di sini?” tanya Darno lagi.
“Seperti hasil pemeriksaan waktu di klinik, mas Darman sakit batu empedu, Mas. Rencananya besok operasi.” Jawab Aini.
“Duh, semoga lekas sembuh yo, Mas. Biar bisa usaha lagi, kerja lagi, cari uang lagi.”
“Iya Mas. Aku juga kepikiran masalah itu. Bagaimana, yang nyari uang kan aku. Kalau aku sakit, jadinya nggak ada yang cari uang. Tabungan tidak seberapa, kalau dipakai untuk harian kan pasti juga nggak lama habis, Mas. Belum lagi kalau ada obat yang harus dibeli dan harganya mahal. Ini untungnya ada BPJS, jadi tidak bayar kecuali kalau ada obat yang ternyata harus beli sendiri.”
“Maaf lho, Mas. Apa dari keluarga tidak ada yang bisa dimintai bantuan to. Ya setidaknya sampai mas Darman sehat dan bisa kerja lagi, nanti kan bisa dikembalikan uangnya kalau sudah kerja.”
“Hem…itulah mas. Kemarin aku juga sudah telpon Ranto, adikku. Katanya semua keluarga juga lagi banyak kebutuhan dan tidak bisa bantu.”
“Soalnya gini, maaf lho. Sebagai teman lama, aku kan tahu kalau mas Darman ini dulunya banyak bantu keluarga, jadi sebenarnya wajar kalau sedang susah gantian mereka bantu dulu. Tapi maaf, aku tidak bermaksud mencampuri urusan keluarga mas Darman.”
“Iya, Mas. Aku paham. Sampean kan seperti saudara sendiri dengan aku, mas.”
“Itulah Paklik. Saya juga heran, kok pakde yang sudah lama merantau di sini dan kata pakde Ranto usahanya sukses kok nggak punya tabungan, terus uangnya kemana.” Sahut Ratna.
“Sudah Ratna, jangan dibahas masalah itu ya,” pinta Darman.
“Hem..aku juga nggak punya banyak uang untuk bantu mas. Kondisiku juga masih seperti ini.”
“Paham aku mas. Sampean mau nengok aku saja, aku sudah senang. Rasanya di perantauan ini ada saudara yang perhatian ke aku, yo sampean ini.” Jawab Darman.
“Yo wis, [1]Mas. Aku pamit dulu, Insyaallah besok atau lusa aku datang lagi ke sini. Semoga mas Darman segera sehat dan cepat pulang,” ucap Darno.
Dari balik pintu, punggung Darno terlihat semakin menjauh. Beberapa saat kemudian HP Aini berbunyi tanda ada pesan masuk. Buru-buru perempuan itu membuka HP dan membaca pesan itu.
“Mba Aini, sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan, tapi tidak enak sama Ratna.” Rupanya pesan itu berasal dari Darno.
“Tentang apa ya Mas?” tanya Aini.