Bentak Alina yang mendapatkan pelukan erat dari Dirgantara penuh gemas. "Loh, kok pergi? Mau kemana?" tanya Alina yang melihat suaminya itu tiba-tiba melepaskan pelukan dan beranjak dari tempat tidurnya. "Katanya nggak boleh bobok bareng kalau malam. Jadi, aku istirahat di depan saja" jawab Dirga yang masih berdiri membawa beberapa bantal dan guling di tangannya. Alina tidak menjawab, dia hanya mencebik dan kembali membelakangi Dirga.
Melihat istrinya yang tidak peduli, Dirga pun segera pergi meninggalkan kamar menuju ruang tamu. Dengan rasa malas, pemuda itu melempar bantal serta guling ke atas sofa dan menidurkan dirinya di sana. "Biasanya tidak selemah ini. Tapi entah kenapa, setelah punya istri, bukannya menikmati, malah bertambah capek aja ini," gerutu Dirga yang saat ini sudah memeluk gulingnya. "Kata siapa menikah itu damai, ribet iya" imbuhnya lagi yang tidak sengaja didengar oleh Alina.
"Jadi, menikahiku, membuat kamu susah, lelah, dan "
"Ssstttt ..... sejak kapan kamu menguping di situ? Kenapa tidak tidur di kamarmu?" tanya Dirga yang langsung memotong celotehan istrinya.
"Nyamuknya banyak, Mas. Aku nggak bisa tidur nyenyak" rengekan Alina membuat Dirgantara yang terkenal dingin dan tegas itu melemah. "Ya ampun, Alina. Di sana sudah ada kelambu. Kamu tinggal menurunkannya" jelas Dirga yang kini duduk menatap Alina penuh lelah.
"Oh, jadi itu tadi kelambu?"
"Bukan, tapi sarung buat selimut" jawab Dirga yang kemudian kembali berbaring dan membelakangi sang istri yang masih berdiri di samping sofa. Setelah menghentakkan kedua kakinya, Alina pun langsung bergegas kembali ke kamarnya. Di sepanjang langkahnya, dia terus menggerutu dan merutuki sang Letnan yang terlihat tidak peduli padanya. "Dia itu mesum! Tidak ada kelebihan lain selain mencium paksa orang!"
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Alina masih terlelap di dalam kamarnya, sementara sang suami sudah menyiapkan dua piring nasi goreng dan segelas susu. "Tau begini, aku tidak akan mau di jodohin. Bukannya ringan, malah pekerjaanku bertambah," ucapnya sambil menata sarapan di atas meja makan.
"Assalamu'alaikum!" Terdengar suara salam dari pintu utama, yang membuat Dirgantara segera ke depan untuk melihatnya. "Ibu" sapa Dirga yang melihat sang ibu sudah berdiri di depan pintu. "Masuk, Bu. Kenapa ibu tidak ngomong dulu, kalau mau ke sini. Jadi Dirga bisa jemput ibu di stasiun. Lagian, kenapa Ibu pagi-pagi sekali sudah sampai sini. Padahal baru kemarin pagi kita berangkat. Masa sudah kangen," tanya Dirga sambil mengikuti langkah ibunya masuk ke dalam asrama miliknya.
"Kamu ini tanya apa mengintrogasi, Ga. Lawong ibunya datang kok tidak disambut bahagia, ini malah di omelin omelin. Loh, mana Alina? Kok ibu nggak lihat dia?" jawab sang ibu sambil celingak-celinguk mencari sosok menantunya itu.
"Tuh, masih di kamar ngorok. Menantu pilihan ibu yang paling ibu banggakan" celetuk Dirga yang langsung ditanggapi senyuman oleh sang ibu. "Ya Wes, ndak papa, Ga. Namanya juga pengantin baru, jadi capek. Apalagi setelah semalaman berjaga melayani sang Letnan yang ganteng ini," ucap ibu meledek putranya yang nampak lesu di kursi ruang tengah.