Jodoh Dadakan Dirgantara

Andiliawati
Chapter #5

Orang asing

"Begini, katanya pak Dirgantara nitip minta dibawain selimut warna coklat yang ada di dalam lemari. Katanya di sana udaranya sangat dingin. Kebetulan saya mau pergi ke asrama satu, jadi sekalian saya bawain, Mbak," jawab pria paruh baya berseragam itu dengan wajah tenang.

Seketika Alina menghela nafas kasar. Dia tidak menyangka, pria paruh baya itu benar-benar membuatnya jantungan. "Ya ampun, Pak. Saya kira ada kabar apa, ternyata hanya sebuah selimu. Kalau begitu bapak tunggu sebentar di sini. Saya akan ke dalam mengambilkan selimut pesanan mas Dirga," sahut Alina yang pergi meninggalkan pria berseragam itu menuju kamar. Dengan hati-hati, wanita cantik itu membuka lemari pakaian agar tidak membangunkan ibu mertuanya. Dengan seksama, Alina melihat-lihat lipatan selimut yang ada di depannya. "Apa yang ini?" batinnya sambil mengambil selimut tipis berwarna coklat dan membawanya ke depan. "Ini, Pak. Terima kasih ya Pak, sebelumnya sudah mau di repotkan." Pria itu pun berdiri dan menerima tas berisi selimut dari Alina. Kini pria paruh baya itu pergi meninggalkan asrama dua menuju ke tempat Dirgantara.

"Ibu" Alina terkejut karena melihat sang ibu mertua sudah berada di belakangnya.

"Siapa orang tadi, Alina? Nggak baik malam-malam begini menerima tamu di asrama. Ingat, kamu ini istri dari seorang prajurit yang harus menjaga nama baiknya!" tegas Nyonya Suyarso kepada menantu kesayangannya itu. Entah kenapa, tiba-tiba ada wajah curiga pada wanita paruh baya itu.

"Ibu Alina tidak melakukan apapun. Alina hanya ...."

"Masuk dan kembalilah beristirahat!" ketus sang ibu mertua yang terlihat benar-benar marah. Alina hanya terdiam dan mengangguk. Tidak lupa Alina menutup dan mengunci pintu. "Ingat Alina, jangan pernah menerima tamu di malam hari. Apa kata para istri yang lain, jika melihat kejadian tadi? Benar-benar mengecawakan. Untung ibu ada di sini. Coba kalau tidak, apa kamu akan membawa pria-pria itu masuk ke dalam," celetuk wanita paruh baya itu lagi dan pergi. Tanpa berucap, Alina langsung meneteskan air matanya. Hatinya begitu sakit saat penjelasannya tidak didengarkan oleh mertuanya.

"Kurang ngalah apa coba?" lirihnya sambil menghapus air mata yang membasahi pipinya.

Kini Alina duduk termenung di tepi ran jang. Dia bingung harus berbuat apa. Mau minta maaf, tapi itu tidak mungkin. Karena Alina merasa tidak bersalah, sehingga tidak perlu meminta maaf kepada wanita paruh baya itu. Walau sulit untuk terpejam, tapi Alina tetap berusaha untuk tenang dan mencoba bersikap dewasa. Tidak terasa, pagi yang sudah di tunggu-tunggu oleh Alina akhirnya datang. Mentari bersinar dengan cahayanya yang menyelinap masuk ke dalam celah jendela dapur. Alina sudah berkutik dengan sayuran, daging dan bahan-bahan yang siap di olah menjadi sarapan.

"Kamu harus mengingat semua resep yang sudah ibu ajarkan padamu, Alina. Biar suamimu tidak pernah kelaparan lagi. Tapi kamu jangan khawatir, ibu akan tulis semua resepnya." ucap wanita nyonya Suyarso sambil menumis bumbu yang sudah di haluskan. Alina tidak banyak bicara, dia hanya tersenyum dan mengikuti semua perintah dari ibu mertuanya itu. Setelah menyelesaikan semua masakan, Alina segera menata semua masakan di atas meja makan.

"Alina ayo di makan. Kamu harus cicipi masakan kita pagi ini," ucap sang ibu mertua yang diangguki oleh Alina.

Lihat selengkapnya