“Kekuatan bisa datang dari manapun. Bahkan dari hal kecil yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya”
Sudah delapan bulan sejak tragedi stroberi vs roti bakar. Sikap Pak Fauzi menjadi lebih diam saat mengajar di kelas. Apalagi jika sedang ada jadwal di kelas Ophi, keseruannya dalam mengajar hilang tak berbekas.
Selama itu pula Mas Huda selalu di utus Abah Ophi untuk menggantikan peran Mas Bayu menjenguk Ophi di PPAI. Sehingga rumor Ophi punya hubungan khusus dengan Pak Fauzi langsung hilang. Semua orang di PPAI tahu bahwa Mas Huda adalah lelaki pilihan orang tua Ophi. Hal itu dikarenakan Mas Huda selalu bilang bahwa ia adalah calon suami Ophi yang diutus abahnya, saat menyerahkan kartu mahrom. Mau tidak mau Ophi harus menerima kedatangannya yang selalu membawa roti bakar. Padahal sejak diberi roti bakar pertama kali, Ophi sudah tidak mau makan roti bakar pemberian siapapun. Bahkan jika itu temannya yang membelikan.
“Ning Ophi, Laras mau roti bakarnya ya” kata Laras sambil berbisik. Berharap tidak ada yang mendengar kata “Ning” yang ia lontarkan pada Ophi. Meskipun Laras tidak tahu pasti, Ophi Ning mana dan dan putri kiai siapa. Yang pasti keluarganya adalah keluarga santri. Bahkan salah satu kakak laki-lakinya menjadi lurah pondok di salah satu pesantren Magelang.
“Sssttt… jangan gitu dong. Kalau pakai kata itu seperti ada sekat diantara kita. Aku nggak mau. Kita itu sama-sama santri di sini” kata Ophi.
“Iya… iya. Tapi kan aku sudah bisik-bisik” kata Laras sambil makan roti bakar. “Ning… Eh, Mbak Ophi beneran nggak doyan roti bakar?”
“Nggak, jangankan makan roti bakar. Lihat saja sudah pengen muntah. Nggak DOYAN!” kata Ophi sambil menekankan kata doyan. “Eh, astaghfirullah… kok malah jadi menkcela makanan? Bukan begitu maksudku. Aku hanya nyesek kalau lihat roti bakar”
Laras cekikikan melihat Ophi salah tingkah gara-gara roti bakar. Sebenarnya Laras tahu betul kalau Ophi tidak berniat mencela makanan. Ophi sering bilang hal itu pada Laras. Mungkin hari ini adalah yang ke sekian ribu, entah.
“Teman-teman, ini roti bakar…!” Laras memanggil pasukannya untuk segera makan roti bakar. Ia harus berbagi karena tidak mungkin menghabiskan roti bakar segitu bayaknya.
“Lho, Mbak Laras disambang”
“Wah, ini mah roti bakar Pak Uno yag enak itu. Gue demen dah…”
“Mbak Ophi kenapa nggak makan? Enak lho mbak”