Hari hari Febi menjadi lebih berwarna, itu karena Jonas kerap menelponnya. Meskipun sedikit janggal karena kok bisa ya orang kerja tapi telponan terus. Sesekali Febi menerima foto Jonas, lalu foto asrama tempat Jonas tinggal. Semuanya seperti nyata.
Hati Febi berbunga bunga. Tapi bunga itu kadang ada bunga melati yang harum, kadang ada juga bunga raflesia Arnoldi, alias bunga bangkai. Jadi kalau ada hari yang cerah, pasti akan ada mendung dan bahkan badai.
Sudah seminggu ini komunikasi mereka lancar.
"Mocca, kayaknya kamu sedikit longgar ya?"
Sejujurnya tidak, Febi bahkan mulai kewalahan dengan pekerjaannya. Dia mulai tidak fokus bekerja menulis lantaran Jonas selalu menelpon. Menulis dan berbicara membuatnya tidak bisa fokus. Akibatnya setiap malam Febi selalu begadang untuk menyelesaikan naskahnya. Karena begadang, dia jadi selalu bangun kesiangan, akibatnya harinya menjadi berantakan .
"Kenapa gitu?"
"Aku pengen ngomong."
Pertanda buruk. Biasanya kalau orang bilang seperti ini, dia akan membuat pengakuan. Antara mau minjem duit atau nembak . Tapi kasus Jonas ini belum bisa Febi prediksi.
"Ngomong apa gitu?" Febi mulai serius mendengarkan.
"Aku bisa pulang lebih cepat asal menyelesaikan kerjaan lebih cepat juga."
"Oh gitu, bagus dong ..." Sejujurnya Febi tidak terlalu exacited.
Jujur untuk kenalan seminggu lalu bertemu tatap muka pasti akan terasa awkward.
"Tapi ada satu kondisi, kayaknya aku butuh bantuan mu."
"Bantuan apa?"