“antara marah dan khilaf”
Arsen membawa Adel masuk ke kamarnya. Di rumah orangtuanya ini kamarnya memang tidak pernah berubah. Masih setia untuknya dan sampai kapanpun akan selalu untuknya.
“Mas, gak ada satupun baju yang bisa aku pake di sini.” Adel sudah mencari-cari sedari tadi. Namun masih juga tidak ada yang pas untuknya.
“Saya baru minta dibeliin sama pambantu. Paling cepat mungkin sekitar 30 atau 1jam baru sampe. Sementara ini kamu pake dulu aja baju saya daripada nanti kamu sakit lagi.” Arsen bicara tanpa mengalihkan pandanganya dari benda pipih yang di pegangnya ini.
“Mas, tadi aku liat kamu sam…” Ucapan Adel terpotong.
“Kenapa? Cemburu kamu liat saya sama Sarah tadi terus nyeburin diri ke kolam renang biar dapat perhatian? Cara kamu licik tau gak sih.”
Adel kaget. Ia tidak menyangka jika Arsen bisa membentaknya sekarang. Memang apa salahnya? Dirinya hanya ingin bertanya, lalu kenapa dirinya yang malah dibentak seperti ini.
Bahu Adel bergerak naik turun, dirinya sudah hampir terisak namun sebisa mungkin Adel menahanya.
“Mas suami kenapa sih? Adel punya salah ya? Kalo Adel punya salah Adel minta maaf. Jujur, Adel sekarang gak tau apa yang terjadi.”
“Udah Adel, ganti baju sekarang!”
Adel yang kesal itu menagbil asal baju yang ada di dalam lemari lantas langsung melenggang ke kamar mandi begitu saja.
Adel sungguh kesal dengan situasi seperti ini. Ia benci ketika dirinya tidak tau apa yang sebenarnya terjadi, tapi dirinya dipersalahkan. Adel cukup peka dalam berbagai situasi, namun saat ini, rasanya dirinya tidak ada melakukan sesuatu yang salah. Adel belum pikun sehingga melupakan apa yang dilakukanya sendiri.
Lama Adel di kamar mandi. Semuanya juga pasti tau apa yang tengah terjadi sekarang. Adel menangis, menumpahkan segala kekesalan pada dirinya sendiri. Sehingga ketika dirinya sudah merasa sangat dingin, baru saat itu dirinya menggati pakaian basah yang dikenakanya itu.
Adel sudah menanggalkan pakainya dan masih berbalut handuk saja sekarang. Lalu berbalik melihat baju apa yang di ambilnya, betapa terkejutnya Adel ketika baju apa yang kini ada di hadapanya. Malah kemeja putih milik Arsen yang di ambilnya.
“What the? Astaga Adel, apa yang kamu pikirkan sih? Kenapa malah gini?” Adel merutuki dirinya sendiri kesal.
Jika sudah seperti ini, apa masih bisa minta tolong Arsen? Tapi kalau tidak minta tolong Arsen, apa iya harus keluar dengan kemeja over size berwaran putih seperti ini? Adel menggeleng cepat dengan pikiranya sendiri.
“Adel, kamu gak pingsan kan di dalam? Keluar sekarang.”