Hari senin pukul tujuh pagi, Arga datang ke rumah Alina untuk sarapan bersama. Alina sudah memasak nasi goreng untuk tiga orang dengan lauk-pauk pelengkap. Setelah Arga sudah duduk di kursi meja makannya, Alina langsung memanggil Aliza di kamar. Dia belum juga selesai berdandan, padahal harus berangkat ke kampus tepat waktu, karena hari senin Aliza ada kelas pagi.
"Aliza, yuk sarapan dulu, ada Mas Arga, tuh!" teriak Alina di depan pintu kamar Aliza.
"Ya, sebentar!" sahut Aliza dengan teriakan juga.
Alina langsung ke meja makan untuk mempersiapkan sarapan mereka. Menuang susu ke gelas masing-masing, merapikan wadah-wadah lauk, dan memberikan terlebih dahulu sarapan Arga.
"Aliza mana?" tanya Arga heran. Biasanya Aliza sudah duduk di sana sebelum kedatangannya.
"Lagi dandan, biasalah banyak tempel sana-sini." Alina tertawa, begitu juga dengan Arga.
Tidak lama dari itu, Aliza datang dengan pakaian yang sudah rapi dan menenteng totebag kain berwarna hitam miliknya. Arga hanya melihatnya dengan sekilas, lalu kembali fokus pada nasi goreng di piringnya yang sudah dua kali sendokan ke mulut.
"Aku pulang sore, Mbak. Jangan nyariin," kata Aliza memberi tahu. Alina mengangguk, kesibukan Aliza harus dimakluminya tanpa bertanya lebih dalam.
Sepuluh menit mereka menghabiskan waktu untuk makan, tanpa membuka obrolan apa pun, dan Arga tidak bertanya apa pun pada Aliza. Sementara Alina sudah membereskan semua wadah kotor yang sudah terpakai dan segera mencucinya. Arga hanya sedikit merapikan meja makan dan menata wadah yang berisi lauk-pauk untuk ditutup dengan tudung saji berwarna biru muda itu.
Aliza sudah berpamitan sejak dua menit lalu pada mereka berdua. Tidak lupa dengan mencium tangan keduanya dan tentunya meminta uang saku pada Alina. Itu menjadi kebiasaan Aliza, karena hanya Alina yang dia miliki saat ini, dan sebentar lagi Arga menjadi kepala keluarga di rumah orangtua mereka.
"Yuk, kita berangkat sekarang. Nanti macet di jalan, tau deh kalau macet nggak bisa bergerak kita. Terlambat, nanti dimarahi Bos lagi," kata Alina dengan candaan di akhir kalimat. Arga hanya tersenyum menanggapinya.
Setelah mengambil totebag berbahan kanvas berwarna hitam di kamarnya, mereka langsung keluar dari rumah dan tidak lupa untuk mengunci pintu. Setelah Arga menghidupkan motor matic miliknya, Alina langsung duduk dengan santai di belakang. Arga langsung melajukan motor miliknya dengan kecepatan sedang, berusaha mengejar waktu agar jalanan tidak macet.
《》《》《》
Setelah tiga puluh menit berlalu, akhirnya Alina dan Arga sampai di kantor yang dalam beberapa tahun belakangan ini mereka sudah bekerja dengan sangat betah. Selain karena gaji yang diberikan sesuai dengan apa yang sudah mereka lakukan untuk perusahaan tersebut, faktor kurangnya lapangan kerja pun menjadi cukup penting bagi mereka untuk tetap bekerja di sini, terutama Arga yang nantinya menjadi kepala keluarga yang harus menafkahi Alina dan Aliza. Sudah sangat bagus dia diterima bekerja di sini, apalagi dengan posisi yang sudah bagus sekali. Mana mungkin dia bisa melepaskan pekerjaan itu.
Alina dan Arga sama-sama bekerja di divisi manajemen pemasaran, yang gedungnya merupakan cabang dari divisi lain, sehingga gedung mereka tidak begitu besar dan ramai, hanya beberapa divisi yang terdapat di dalamnya.
Hanya saja yang membedakan adalah Alina harus duduk di kursi mahal kantor saat jam kerja berlangsung, sedangkan Arga tidak selalu duduk saja karena dia juga harus melakukan pengawasan pada karyawan lain yang mengurus laporan produk untuk dipasarkan. Namun, begitu pun mereka akan sering bersama di kantor. Misalnya saat jam istirahat tiba, mereka sering makan siang bersama, tentunya dengan beberapa teman satu divisi lainnya.
Kantor tempat mereka bekerja tutup pukul enam sore. Sehingga para karyawan selalu pulang sore dan tiba di rumah pada malam hari. Itu juga berlaku untuk Alina dan Arga. Macetnya jalan perkotaan, pastilah semakin menghambat perjalanan. Padahal seharian sudah sangat lelah di kantor, tetapi malah terjebak kemacetan di jalan. Untunglah Arga selalu setia mengantar Alina hingga sampai rumah. Sehingga Alina terjamin keselamatan dan keamanannya.