JODOH UNTUK ADIKKU

Renny Juldid
Chapter #4

4. What's Wrong, Aliza?!

Pagi harinya, Alina sudah menyiapkan sarapan dan sedang menata makanan di meja makan seperti biasanya. Sedangkan Aliza masih di dalam kamar tanpa berniat ingin keluar meski hanya melihat langit cerah pagi hari.

Aliza tidak mengatakan jika dia akan berangkat kuliah pagi, Alina pun tidak tahu bagaimana jadwal masuk Aliza. Karena Aliza selalu pergi pagi dan pulang sore hari, begitu setiap hari tanpa henti. Alina terus berpikir positif, kalau Aliza memang selalu masuk pagi dan harus pulang sore. Selain karena tidak ingin bertengkar hanya karena jadwal kuliah, Alina memilih percaya penuh pada adik kandungnya itu.

Pukul tujuh lewat sepuluh menit, sebentar lagi Arga akan datang menjemputnya, karena mereka akan mengadakan pertemuan dengan penata rias pengantin. Alina langsung beranjak ke kamar Aliza yang pintunya masih tertutup rapat. Baru saja hendak mengetuk pintu, Alina mendengar suara Aliza yang tengah muntah.

Tanpa berbasa-basi, Alina langsung masuk ke kamar Aliza dengan tergesa-gesa. Aliza yang baru saja keluar dari kamar mandi terlihat pucat pasih dengan wajah yang berkeringat dingin.

"Kamu kenapa, Za? Kok muntah-muntah? Kamu sakit?" Alina langsung memapah Aliza ke ranjang dengan tergesa-gesa karena khawatir. Dia terus memeriksa dahi Aliza, mungkin saja Aliza demam, pikirnya. Namun, Alina tidak merasakan panas di dahi Aliza. Wajahnya memang pucat pasi, tetapi tidak ada tanda-tanda jika adiknya tengah demam. Suhu tubuhnya normal jika dirasakan melalui kulit Alina.

"Nggak apa-apa, Mbak. Mbak berangkat aja sana!" sergahnya dengan menepiskan tangan Alina yang tengah memegang lengannya.

"Kamu kok gitu sih, Za? Mbak cuma mau meriksa kamu, wajar Mbak khawatir, kamu adik Mbak. Cuma kamu yang Mbak punya, Aliza!" jelas Alina dengan tatapan terluka dan heran. Aliza sudah membuat Alina merasakan perih di hatinya. Padahal Alina hanya ingin mengetahui kondisi Aliza saat ini.

"Nggak usah, Mbak! Mbak pergi sana, aku mau tidur aja!" Aliza lagi-lagi menyergah Alina yang sangat khawatir padanya. Alina yang melihat itu langsung bangkit, berniat untuk segera keluar dari kamar Aliza, tetapi ia urungkan karena melihat buku catatan kuliah Aliza di nakas.

"Kamu nggak masuk kuliah kan, Za? Biar Mbak bilang sama temanmu. Sini, mana nomor handphone-nya?" Alina sudah memegang handphone Aliza dan menyodorkannya agar Aliza memberikan nomor handphone temannya itu. Namun, bukannya memberi, Aliza malah merampas handphone-nya sehingga membuat Alina tersentak.

"Mbak apa-apaan sih ngambil hp orang?!"

"Ya Allah, Za. Kamu ini kenapa, sih?! Mbak salah apa sama kamu? Mbak cuma mau bantu kamu minta izin sama temanmu, biar kamu nggak diabsen. Kamu malah kasar gitu ke Mbak, apa salah Mbak, Aliza?!" Alina yang mulai terpancing emosi karena kekasaran Aliza barusan, terlihat meminta jawaban dengan wajah marah bercampur kecewa.

"Udahlah sana, Mbak. Ganggu aja! Aku nggak mau bertengkar sama Mbak!" kata Aliza dengan mengayunkan tangannya sebagai tanda pengusiran.

"Tapi kamu udah ngajak bertengkar dari tadi, Aliza! Kamu makin lama makin nggak tau sopan santun. Kamu anggap Mbak ini apa?! Mbak ini orangtuamu sekarang, jadi kamu hormati!"

"Cukup, Mbak, cukup! Aku udah muak dengar ceramahan Mbak. Udahlah sana keluar aja, bentar lagi dijemput. Nggak malu sama Mas Arga kalau Mbak marah-marah gini?" serunya dengan nada mengejek. Alina yang terlihat sudah panas semakin bertambah kesal lantaran ucapan Aliza barusan.

"Kamu baru tau nanti gimana rasanya nggak punya siapa-siapa yang mau ngebantu kamu," kata Alina dengan nada pelan. Ia terlihat sedang menetralisasikan degup jantungnya karena tengah kesal.

"Bla... bla... bla.... Kayak kaleng rombeng tau!" ejek Aliza dengan memainkan mulutnya dan mata yang memutar malas.

"Aliza!" Alina kembali meninggikan suaranya karena ejekan Aliza barusan. Dia bersiap untuk mendekati Aliza dan ingin menjewer telinganya, tetapi Aliza lebih cepat beranjak ke kamar mandi dengan menutupi mulutnya.

Setelah itu Alina hanya mendengar suara muntahan Aliza di kamar mandi tanpa berniat untuk menyusulnya. Alina tidak mau Aliza mengusirnya lagi. Meskipun rasa khawatirnya semakin meninggi, tetapi perlakuan Aliza tadi membuatnya terluka. Dia hanya mau tahu bagaimana kondisi Aliza saat Aliza yang mengatakannya sendiri.

Dua menit berlalu, Aliza masih di dalam kamar mandi. Air keran terdengar dengan deras, menandakan kalau Aliza tengah menghidupkan keran air di wastafel. Mungkin saja dia sedang mencuci mulut dan wajahnya sekarang. Alina tidak mau masuk ke kamar mandi, itu hanya akan membuat Aliza kembali berteriak kasar.

Saat sedang mengedarkan pandangannya ke barang-barang Aliza yang ada di nakas, Alina tidak sengaja melihat handphone Aliza yang berkedip-kedip tanda ada notifikasi yang masuk.

Alina langsung melihatnya tanpa meminta izin atau bertanya pada sang pemilik. Saat menghidupkan layar handphone, terlihatlah wajah cantik Aliza di wallpaper handphone. Namun, bukan itu yang menarik perhatian Aliza, tetapi sebuah notifikasi aplikasi berwarna merah muda itu membuat dahi Alina berkerut.

Hai, kamu sudah telat 3 minggu. Cek kembali tanggal menstruasimu.

Aliza telat tiga minggu? Bukannya Aliza haid sebelum aku? Harusnya begitu, kenapa meleset jauh banget? Alina membatin heran.

Lihat selengkapnya