Pagi itu, aku belajar memandikan bayi. Mama, Tante Rini, dan Bik Susi juga memperhatikanku. Mbok Minah sebagai guruku. Mas Pras dan Papa sudah pergi bekerja tadi pagi. Aku sudah bisa jalan dan duduk, meskipun masih harus hati-hati, karena takut jahitan pada jalan lahirku bisa robek lagi. Beruntung, Dini yang kumandikan saat itu tidak rewel. Kepalanya berputar-putar, saat aku menuang sampo dan memijat kepala itu dengan lembut.
Deni berada di gendongan Mama. Ternyata Mama pun tidak bisa memandikan bayi. Hanya Mbok Minah yang bisa melakukannya di rumah ini. Sesekali mereka tertawa gemas, saat melihat Dini menggerakkan kepalanya dan tubuh kecil itu menggeliat kegelian, saat kusabuni. Ini pertama kalinya aku memandikan bayi. Karena selama di rumah Ibu, semua dilakukan oleh beliau. Tugasku hanya memberi asi, tanpa tahu cara mengurus bayi.
Selesai Dini mandi, kini gantian Deni kumandikan. Mama dan Tante Rini bertugas memakaikan baju pada mereka. Akhirnya, kedua malaikat kecilku sudah bersih dan wangi. Kini, kami sedang duduk santai di depan TV. Mama memanggil pemijat profesional untuk memijat tubuhku.
“Kamu itu harus pintar-pintar menjaga kebugaran tubuh, biar suamimu enggak melirik perempuan lain. Karena biasanya, perempuan kalau sudah melahirkan badannya loyo dan kurang bersemangat. Itulah yang sering membuat laki-laki mencari perempuan lain,” kata Mama nyerocos panjang kali lebar, kali tinggi.
“Dilla juga sempat berpikir seperti itu, Ma. Aku takut gendut dan enggak menarik lagi,” jawabku jujur.
Kedua malaikat kecilku sudah terlelap di dekat aku dan Mama. Mbok Minah dan Tante Rini sedang pergi berbelanja kebutuhan rumah di supermarket. Sedangkan Bik Susi sibuk menanam bunga di halaman. Di sini, hanya ada aku dan Mama bersama tukang pijat. Aku berbaring menelangkup di depan TV, membentang kasur mini sebagai alas, sedangkan Mama duduk di dekat dua malaikat kecilku yang sedang terlelap.
“Kamu harus minum jamu, ya, Nak. Supaya cepat sehat dan bugar. Jangan biarkan suamimu puasa terlalu lama.”
“Jamu apa, Ma?” tanyaku antusias.
“Mbak, jamu supaya kita segar di mata suami itu jamu apa, ya?” tanya Mama pada tukang pijat.
“Kurang tahu, Bu,” sahut tukang pijat sekenanya sambil tersenyum.
“Nanti Mama cari di Mbah Google, ya!”
Aku mengangguk setuju.
***
Malamnya, saat kedua malaikat kecil kami sudah terlalap di boks bayi, aku melangkah mendekati Mas Pras yang lagi sibuk dengan laptopnya. Aku mendengarkan nasihat Mama. Kata Mama, perempuan harus lebih agresif kalau ingin disayang suami. Masa nifasku rasanya sudah habis. Kira-kira kalau kami melakukan hubungan suami istri, sakit enggak, ya, rasanya? Aku masih menimbang-nimbang.
Ingin membahagiakan Mas Pras, tapi masih takut sakit. Aku hanya duduk di sisinya, memperhatikannya mengetik sesuatu di sana. Dia mengisi nama-nama muridnya di setiap kolom Micosoft Excel di sebuah tabel.