Tempat Wisata pertama yang kami kunjungi adalah Candi Prambanan. Candi yang merupakan candi Hindu terbesar di Indonesia. Candi yang di perkirakan dibangun sekitar pertengahan abad ke-9 oleh raja dari Wangsa Sanjaya, yaitu raja Balitung Maha Sambu.
Aku melangkahkan kaki takjub memutari Candi Prambanan ini, karena meskipun Mama sudah sering mengajakku liburan keluar Negeri, tapi aku minim pengetahuan tempat-tempat pariwisata di dalam Negeri. Miris memang! Seharusnya aku mengunjungi beberapa tempat di Indonesia terlebih dahulu agar lebih mengenal Nusantaraku sendiri. Aku berlari ke sana ke sini dengan hati bahagia, sedangkan Mas Pras melangkah santai di belakangku dengan senyum mengembang.
Aku Berphoto dan berselfie ria dengan beberapa gaya, sesekali menarik Mas Pras untuk ikut menyungging senyum di depan kamera. Mas Pras hanya menggelengkan kepala sembari tertawa melihat tingkahku.
“Mas, sini!” teriakku pada Mas Pras, mengajaknya duduk bersandar di salah satu dinding candi untuk melepas lelah.
Mas Pras duduk di sisiku, lalu menyodorkan sebotol air minum. Aku mengambilnya, membuka tutupnya, lalu meneguknya untuk menghilangkan dahaga. Pandanganku menyapu ke segala arah.
“Mas tempatnya bagus, ya!” ucapku seraya meletakkan botol di hadapan Mas Pras.
“Kekayaan Indonesia memang luar biasa. Kamu tau, di barisan barat itu terdapat tiga buah Candi yang menghadap ke timur. Candi yang letaknya paling utara itu adalah Candi Wisnu. Yang di tengah, namanya Candi Syiwa dan yang di selatan, namanya Candi Brahma. Di barisan timur juga terdapat tiga buah candi yang menghadap ke barat, ketiga candi tersebut diberi nama Candi Wahana.” Dengan seksama aku mendengarkan penjelasan Mas Pras, seiring tangannya yang menunjuk ke beberapa arah yang berbeda sembari menjelaskan.
“Mas kok bisa tau nama-nama candi di sini. Mas pernah ke sini?” tanyaku penasaran.
“Kamu lupa, suamimu ini guru sejarah sayangkuu, tentu saja Mas tau.” Dia menyentil dahiku dengan jarinya. Membuat mataku terpejam dan sedikit berteriak menahan sakit. Aku tersenyum, sungguh aku lupa memiliki suami seorang guru sejarah. Karena jujur saja dulu ketika sekolah aku paling bosan dengan pelajaran ini. Ternyata setelah tahu banyak hal aku mulai tertarik. Bukan hanya dengan pelajarannya, aku bahkan jatuh cinta dengan gurunya. hehehe
Puas mengelilingi Prambanan, kami menuju ke Jalan Malioboro. Di sepanjang jalan ini terdapat toko-toko dan pedagang kaki lima yang menjual berbagai macam barang, dari pakaian, kerajinan tangan sampai makanan.
Sore ini kami mencoba beberapa makanan lesehan yang dijual di sini, karena penjual makanan lesehan akan menggelar jualannya setelah jam lima sore.
Sungguh aku tidak merasa lelah sama sekali, berjalan sepanjang jalan bersama Mas Pras diiringi canda dan tawa berdua. Kemudian saat sedang asik mengobrol, kami melewati sebuah toko pakaian, lalu tanpa sengaja aku melihat lingerie sexy berwarna hitam. Aku berpikir, haruskah membelinya untuk menggoda suamik sendiri. Setelah berpikir beberapa kali, akhirnya kuputuskan, sepertinya aku harus memiliki lingerie itu. Karena sibuk dengan sendiri, aku sampai melupakan obrolanku bersama Mas Pras.
“Dilla, kamu kenapa, Sayang? Mikirin apa hayoo?” Mas Pras menghentikan langkahnya karena penasaran sejak tadi aku tak meresponnya berbicara.
“Oh, apa Mas? Kamu ngomong apa tadi?”
“Tuh, kan pikiran kamu kemana-mana!” Mas Pras mencium pucuk kepalaku gemas. Aku mengigit bibir berusaha mencari alasan agar bisa membeli lingeri itu.
“Mas, aku haus!” kataku menggoyangkan tangan Mas Pras. Mas Pras mengeluarkan sebotol air minum dari ranselnya.
“Aku nggak mau minum yang itu ....” kataku dengan bibir mengerucut.
“Maunya minum apa, Sayang?”
“Es dawet!” kataku dengan mata berbinar, karena aku tahu Mas Pras akan menuruti apapun mauku jika aku bertingkah seperti itu. Mas Pras menghela napas panjang, matanya menyapu sekeliling tempat.
“Tuh, ada di ujung sana yang jual es dawet. Yuk ke sana!” Mas Pras mengamit tanganku mengajak ke sana. Tapi aku bertahan, diam di tempat.
“Loh kok diem aja, katanya mau es dawet!”
“Mas sendirian aja, aku mau nunggu di sini. Capek jalan ke sana." Alasanku padanya.
“Ya udah, diem di sini jangan kemana-mana.” Aku mengangguk cepat.
Setelah Mas Pras menyebrang jalan aku berbalik ke belakang dan berlari mencari toko yang menjual lingeri yang kulihat barusan. Sesekali aku menoleh kebelakang memastikan Mas Pras masih berdiri di seberang jalan sana. Secepat kilat aku berlari dan melesat masuk ke toko dimana Lingerie sexy itu dipajang.
Setelah tawar menawar harga akhirnya aku membeli lingeri berwarna hitam itu. Aku berlari lagi saat menuju ke tempat semula, takut Mas Pras tiba lebih dulu di sana. Bersukur Mas Pras juga baru selesai membeli es dawetnya, sehingga ia tak mengetahui kalau aku juga baru kembali ke sini. Mas Pras tersenyum dari kejauhan dengan menenteng sebungkus es dawet dalam genggaman. Aku tersenyum manis sambil melambaikan tangan.
“Nih es dawetnya!” Mas Pras menyodorkan es dawetnya padaku.