Jodoh Untuk Prasetyo

Selvi Nofitasari
Chapter #17

Berdamai dengan Mama (Pov Dilla)

Sudah satu jam kami duduk di halte bis ini. Tanpa bicara apalagi bercanda. Aku duduk mematung satu meter dari tempat Mas Pras duduk. Dia hanya menunduk dengan tangan melipat di dada. Wajahnya yang biasa ceria kini datar tanpa expresi, mulutnya yang selalu bercerita apa saja kini hanya mengatup rapat. Aku tahu bukan hal yang mudah bagi Mas Pras mengetahui kenyataan yang terjadi saat ini.

Seseorang yang seharusnya bisa menjadi pengganti orang tua malah berbuat demikian. Hujan gerimis membasahi bumi kemudian. Aku menggeser bokongku beberapa kali mendekati suamiku ini. Ingin sekali aku menghiburnya, tapi tidak tahu caranya. Bahkan Mas Pras tetap diam ketika aku mendekatinya.

“Hem, hem.” Aku berdeham beberapa kali. 

Aku akan mencoba menyanyikan lagu untuknya, walaupun aku tahu suaraku pas-pasan.

Kutuliskan kenangan tentang 

caraku menemukan dirimu

Tentang apa yang membuatku mudah 

berikan hatiku padamu

Takkan habis sejuta lagu 

untuk menceritakan baikmu

Kan teramat panjang puisi 

tuk menyuratkan cinta ini

Telah habis sudah cinta ini 

tak lagi tersisa untuk dunia

Karena telah kuhabiskan 

sisa cintaku hanya untukmu

“Surat Cinta Untuk Starla?”tanyanya tanpa menoleh ke arahku.

“Surat Cinta Untuk Mas Pras,” jawabku singkat.

“Sejak kapan judul lagunya diubah?”tanyanya sekali lagi dengan wajah datar.

“Sejak aku mencintaimu, Mas,” jawabku sembari menyungging senyum ke arahnya.

Mas Pras kembali mematung. Biasanya dia akan tersenyum jika aku merayu, tapi tidak kali ini. Mungkin aku tak berhasil. Aku hendak menggeser bokongku menjauhinya, tapi tangannya menarik lenganku. Aku menoleh ke arahnya.

“Tetap di sini,” pintanya. 

Kemudian menyandarkan kepalanya di bahuku. Aku diam saja, menatap rintik hujan yang semakin deras mengguyur bumi.Aku tahumungkin bahuku tidak selebar bahunya, tapi aku percaya bahu kurus ini cukup nyaman untuk lelakiku.Tepat pukul 21.00 malam hujan berhenti. Kami melanjutkan perjalanan menuju ke Jogja. 

Sampai di hotel pukul 23.15 malam. Aku langsung membersihkan diri setelah Mas Pras, lalu melaksanakan shalat Isya karena kami belum sempat mejalankannya ketika di perjalanan tadi. Mas Pras berbaring miring dengan mata terpejam, dia masih enggan bicara. Aku naik ke ranjang kemudian memeluknya dari belakang.

“Mas?”

Mas Pras diam saja, tapi aku bisa merasakan berat embusan napasnya. Aku semakin mempererat pelukan, berharap bisa mengurangi bebannya.

“Mas, besok kita pulang, ya,”ajakku padanya.

Bibir Mas Pras masih terkatup rapat, hanya anggukansebagai jawaban.

***

Setelah pulang kami langsung menuju ke rumah Bapak dan Ibu terlebih dahulu. Sejak kami datang, Bapak lebih banyak diam.Bapak tidak mengatakan apa-apa. Kami mengeluarkan beberapa oleh-oleh khas dari Jawa. Kami sedang duduk di ruang tamu sekarang. Aku bercerita banyak hal pada Ibu, meskipun aku merasa Ibu terlihat berbeda. Dia tidak seperti biasanya.

“Pras, Pakde Joko sudah menelepon Bapak dan menceritakan semuanya.”

Lihat selengkapnya