Jodohku Bukan Ahli Surga

Suci Afiati
Chapter #2

Zina Mata

Tiba-tiba saja suara alarm dari grup girl band dari negeri gingseng, yang masih anget-angetnya release dan viral pada masanya, membuatnya terbangun. Alarm ponselnya menunjukkan pukul 18.00. Ternyata Helen memang sengaja tidur terlebih dahulu dari jam setengah 5 sore, setelah ia membalas pesan dari sahabat kuliahnya tersebut. 

Sebelum Helen tidur, ia bahkan diminta oleh Karin untuk mengirim fotonya yang paling cantik. Ia tahu maksud dari Karin. Karin pasti ingin mengirim foto dirinya ke teman pacarnya itu terlebih dahulu, agar tertarik dengan Helen. Hal yang sama dilakukan oleh Helen, ia pun meminta foto cowok yang akan dikenalkan oleh Karin kepadanya. Lumayan. Nggak ganteng dan nggak jelek juga.

Helen bekerja selama 8 jam di sebuah Klinik 24 Jam Hemodialisa di Bogor, yang jam kerjanya dari jam 8 pagi sampai jam 4 sore. Jadwalnya mengikuti pasien hemodialisa di situ. Ia sengaja jauh-jauh mencari pekerjaan dari Semarang, tempat ia tinggal, ke Jakarta, hanya untuk bisa bertemu setiap minggu dengan Radit. Padahal orang tua Helen tidak memperbolehkannya bekerja terlalu jauh. Tetapi karena sikap Helen yang keras kepala, ia akhirnya memberanikan diri untuk menyusul Radit, karena Radit bertempat tinggal dan bekerja di sebuah perusahaan konstruksi di Jakarta. Namun apa boleh buat? Ternyata ia diterima bekerja di Bogor. Seenggaknya kota Bogor masih bisa terjamah dari tempat Radit tinggal.

Mungkin supaya hubungan mereka lebih intens dan ada ketertarikan yang lebih jauh lagi untuk ke jenjang berikutnya. Namun dugaan Helen ternyata salah. Radit tetap tidak mau memberikannya kepastian. Abu-abu. Mau dibawa ke mana hubungan mereka. Tidak ada kejelasan.

 Setelah jam kerjanya, biasanya ia habiskan untuk mengobrol lewat chat dengan Radit. Namun saat itu, ia melewatkan momen tersebut. Ia tak lagi bertukar pesan dengan Radit dan menyudahi pesannya tepat hari Minggu sore.


Helen : “Kayaknya aku udah nggak bisa begini terus, Dit.”

“Aku ingin hijrah dan fokus memperbaiki diri.”


Radit : “Iya, aku dukung kamu.”


Kemudian dengan pesan yang dikirimkan oleh Radit itu, Helen tak lagi membalas atau pun bertukar pesan. Herannya, kalau orang yang sudah enggan mengirimi pesan, biasanya akan langsung men-delete nomor mantan dari kontak telepon untuk melupakannya. Tetapi Helen bertindak lain, ia masih menyimpan nomor Radit di WhatsApp, sehingga status story darinya masih bisa terlihat. Bukan berjaga-jaga berbalikan kembali, mungkin hanya menjaga silahturahmi. Helen tetap dengan pendiriannya. Akan tetapi dengan pendiriannya itu, ia malah digoyahkan dengan iming-iming ‘kenalan dulu’ yang ditawarkan oleh Karina Rosita, sahabat kuliahnya.

Setelah maghrib sekitar jam 18.20, seseorang tiba-tiba saja mengiriminya pesan. Nomor tidak dikenal muncul di layar ponselnya. Helen meng-klik pesan pop up tersebut dan segera membacanya. 


“Malam … maaf nih, ganggu.”


Helen yang saat itu selesai mengaji, menyandarkan tubuhnya di tembok dengan duduk berselonjor di atas kasur. Ia duduk tanpa melepas mukena, karena berniat akan melaksanakan salat nanti, ketika azan isya dikumandangkan. 


Helen : “Maaf, ini siapa?”


Kata-kata basi yang harus dilontarkan ketika akan berkenalan.


Daffa : “Daffa, teman pacar Karina.”

 “Ini bener nomor Helena Ruby, kan?”


Benar dugaan Helen. Nomor tidak dikenal tersebut dari Daffa Mahendra. Karina Rosita yang memberitahu namanya terlebih dahulu tadi sore.


Helen : “Iya, benar. Ini Helen, teman Karina.”


Daffa : “Maaf ya, ganggu kamu malam-malam.”

“Si pacar Karin tuh, si Barra, maksa aku buat kenalan sama kamu.”

Lihat selengkapnya