Jodohku Bukan Ahli Surga

Suci Afiati
Chapter #9

Izin

Helen duduk di kursinya, di instalasi farmasi, yang terletak di tengah ruangan-ruangan lain. Ruangannya tidak berpintu, sehingga setiap karyawan yang mondar-mandir melewati instalasi farmasi dapat dengan jelas terlihat oleh Helen. Dari tempat duduknya, ia bisa mengamati lalu-lalang orang di sekitarnya, menjadikan suasana instalasi itu terasa terbuka dan selalu ramai. 

Merasa lega karena pekerjaannya untuk hari itu sudah beres, sekarang ia hanya menunggu ada pasien yang datang untuk menebus obat. Namun, pikirannya terusik oleh sesuatu yang membuatnya heran—salah satu teman kliniknya.

Helen melihat Gusti berjalan melewati ruangannya tanpa menyapa atau menoleh sedikit pun ke arahnya. Itu bukan perilaku biasa dari Gusti. Helen mulai merasa ada yang aneh. Perilaku itu sudah ia rasakan sejak minggu lalu, setelah obrolannya dengan Ratih mengenai kriteria jodoh. 

“Apa dia masih tersinggung? Tapi, perasaan aku nggak menyinggung apa-apa, deh! Toh, aku memang berbicara apa adanya tentang kriteria pasanganku nanti. Apa ada hal lain, yang membuatnya marah?”

Tiba-tiba Ratih nongol dan menghampiri mejanya sambil membawa satu gelas minuman thai tea yang ada di tangan kanannya. Kemudian, ia menarik kursi kosong untuk duduk di depan Helen.

“Dari mana itu?” tanya Helen sambil menunjuk gelas Ratih dengan dagunya.

“Hah? Oh … ini?” Ratih menoleh ke gelas yang berada di tangannya.

Helen pun mengangguk.

“Nitip Gusti tadi. Lah, emang kamu nggak ditawarin?” tanyanya heran.

Helen hanya mengangkat bahunya.

“Kok, tumben? Biasanya dia gercep nawarin kamu duluan?”

“Ya udah, ah! Paling lagi nggak mau aja!” Helen mengibaskan tangan ke arah Ratih.

“Dia masih marah sama kamu?” bisik Ratih sambil mencondongkan ke arah wajah Helen.

“Marah kenapa coba? Emang aku ada salah sama dia?” balas Helen dengan berbisik juga.

“Ini, kalau kamu mau. Atau … mau aku tuang ke gelas. Kita bagi dua?” tawar Ratih.

Helen mengibaskan tangannya lagi. “Nggak usah! Nanti aku titip si Irfan aja, kalau aku mau beli.”

Tiba-tiba Pak Aman, selaku koordinator klinik, melewati ruangannya sambil membawa tentengan kotak styrofoam makanan.

“E … Pak, Pak!” panggil Helen.

“Hah?” Pak Aman menoleh.

Lihat selengkapnya