**1995**
Kehilangan Pak Damian membuat dunia Bu Tiara hancur. Ia merasa seperti ada jurang yang menganga di dalam hatinya, dan seluruh dunia seolah-olah berhenti berputar. Kehamilannya, yang seharusnya menjadi saat-saat paling membahagiakan, kini terasa seperti beban yang sangat berat. Bu Tiara mulai mengurung diri di dalam rumahnya. Ia menolak untuk keluar dan bertemu dengan orang lain. Setiap hari berlalu dalam tangisan kepedihan. Dia jarang makan dan bahkan lebih tidak peduli kesehatan bayi dalam kandungannya. Marvel yang terlantar oleh mamanya diasuh oleh nenek dan om-tantenya yang berada satu rumah dengan mereka.
"Huaaa... " teriak Bu Tiara dalam kamar yang dia kunci dari dalam.
"Kenapa, Pa? Kenapa kamu harus pergi? Kenapa kamu tinggalkan aku seperti ini?" Bu Tiara meraung-raung dengan emosi. Kenangan indah di antara mereka berdua menjadi hal yang dirindukan Bu Tiara. Sosok Pak Damian, yang selalu menyayangi Bu Tiara dan berkorban banyak demi keluarganya, sangat sulit untuk dilepaskan dari ingatan orang-orang di sekitarnya.
***
Empat bulan berlalu, dan keadaan Bu Tiara mulai membaik. Dia mulai bangkit dan melakukan aktivitas yang ringan di dalam rumahnya. Perutnya yang buncit semakin terlihat, meskipun tidak terlalu besar karena selama beberapa bulan sebelumnya Bu Tiara jarang makan. Selembar surat datang dari sahabat dekat Bu Tiara dari Jawa, "Kalau kamu mau membuka lembaran baru kehidupanmu, kau bisa datang ke sini untuk mengejar mimpimu."
***
**2015**
Ney mengambil sebuah album foto lama dari lemari belajarnya. Sebuah album foto tua yang telah lama tidak disentuh. Setiap halaman yang dibuka menyimpan fragmen-fragmen masa lalu yang penuh warna dan emosi. Neyla sembari merapikan rambutnya dan mulai membuka lembar demi lembar album tersebut.
Dia melihat foto-foto dari masa kecilnya. Tertangkap dalam gambar itu adalah momen saat Ney berusia sekitar empat tahun, berdiri di dek kapal besar. Foto tersebut diambil selama perjalanan dari Pelabuhan Bitung ke Perak, salah satu perjalanan yang sangat diingat oleh Neyla. Saat itu adalah momen di mana Bu Tiara beserta dua anaknya memutuskan untuk pindah ke Pulau Jawa dan memulai kehidupan baru di sana. Ney mengenali dengan jelas latar belakang laut yang biru dan langit yang cerah di foto itu. Ia bisa melihat wajah polosnya yang tersenyum lebar, bersama mama dan kakak yang tampaknya bahagia dan penuh semangat.
Neyla tersenyum kecil saat melihat foto tersebut. Namun, saat dia melanjutkan untuk membuka halaman berikutnya, mata Ney tiba-tiba tertumbuk pada sebuah foto hitam-putih yang berbeda dari yang lainnya. Foto tersebut memperlihatkan seorang pria paruh baya yang tampan, mengenakan jas dan dasi dengan senyum lembut di wajahnya. Di bawah foto itu tertulis nama, “Papa.”
Ney terdiam sejenak. Dia tahu bahwa papanya telah meninggal sebelum dia lahir, dan dia hanya mengenal papanya melalui cerita-cerita dan kenangan yang tersimpan dalam foto-foto seperti ini. Namun, melihat foto ini membuat Neyla merasakan sesuatu yang mendalam. Ia memerhatikan detail-detail pada foto tersebut—kulitnya yang gelap, mata yang penuh kehangatan, dan ekspresi yang menenangkan.
Tiba-tiba, suasana di ruangan terasa lebih sepi dan tenang. Ney merasakan campuran emosi yang kuat—rindu, rasa kehilangan, dan rasa penasaran yang mendalam. Ia membayangkan seperti apa kehidupan jika papanya masih ada bersamanya. Bagaimana rasanya mendapatkan pelukan dari sosok yang hanya dia ketahui melalui gambar dan cerita?