Jodohku Semanis Kue Coklat

Ayu Yuliana
Chapter #3

JSKC - Bab 3

Suasana ruang tamu tampak hangat meski dipenuhi formalitas. Sesekali terdengar canda kecil dan basa-basi percakapan antar orang tua yang sudah lama tak bersua.

“Jadi, langsung saja, Pak Ustaz Hisyam,” ucap seorang pria paruh baya berwibawa, Ustaz Burhanudin. “Kedatangan kami ke sini, seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya, adalah untuk melanjutkan perjodohan antara putra-putri kita.”

“Benar,” sahut istrinya, Umi Syifa, seorang wanita dengan jilbab lebar yang duduk di sampingnya. “Anak kami sudah cukup usia untuk menikah. Kami juga sudah tidak sabar menimang cucu, bukan begitu, Bi?”

Ucapan keduanya disambut tawa kecil dari Ustaz Hisyam dan istrinya, Umi Aisyah.

“Tentu saja,” jawab Ustaz Hisyam sambil tersenyum. “Itu juga keinginan kami.”

“Sebelumnya perkenalkan lebih dulu, ini putra kami, Hersha. Dia ini seorang Dosen, tetapi sesekali mengisi acara pengajian, kebetulan baru pulang dari kairo, sebelumnya ia mengajar di sana.”

Semuanya mendengarkan dengan seksama sambil menatap kagum pada pemuda tampan di hadapan mereka. Hanya Qasya yang duduk menunduk, jari-jarinya saling meremas di pangkuan. Ia tak berani menatap wajah-wajah di sekelilingnya.

“Jadi,” tanya Umi Syifa kemudian, matanya berkilat penuh minat, “dari dua gadis cantik ini, siapa yang akan dijodohkan dengan anak kami?”

“Oh iya, sebelumnya perkenalan dulu,” ujar Ustaz Hisyam seraya menunjuk kedua putrinya. “Ini Qalina, putri sulung kami. Dan ini Qasya, putri kedua kami.”

Keduanya mengangguk hampir bersamaan. Qalina menyapa dengan senyum anggun. “Assalamualaikum, Umi, Abi.” Suaranya terdengar lembut namun percaya diri.

Berbeda dengan Qasya yang hanya menunduk sambil menggumam lirih, “Assalamualaikum.”

“Qalina ini seorang dokter,” kata Umi Aisyah bangga. Nada suaranya meninggi, jelas menunjukkan rasa hormat dan kebanggaan. “Dia juga aktif di berbagai kegiatan sosial, ramah pada siapa saja. Berbeda dengan adiknya, Qasya, yang agak pemalu dan tertutup.”

Umi Syifa mengangguk sambil menoleh ke arah Qasya. “Kalau Nak Qasya, masih sekolah?” tanyanya ramah.

“Dia sudah lulus,” jawab Umi Aisyah sambil terkekeh. “Tapi bukannya melanjutkan kuliah, malah memilih bekerja di toko kue. Dasar anak ini memang tidak sepintar Kakaknya. Kalau Qalina, dari dulu selalu berprestasi, juara kelas, sekarang berhasil jadi dokter. Alhamdulillah.”

Perkataan itu menohok hati Qasya. Meski sudah terbiasa dibandingkan dengan kakaknya, kali ini rasanya jauh lebih menyakitkan. Di hadapan keluarga calon suaminya, apakah Umi perlu menyinggung hal itu?

Lihat selengkapnya