Chika ikut Bangre pergi ke kantor, dia telah berdandan secukupnya dan membawa kamera untuk mengabadikan momen berharganya bersama sang idola. Ini akan menjadi pertama kalinya dia bertemu dengan Ivan secara langsung, dia menjadi sangat antusias hingga tidak tidur nyenyak malamnya.
Mereka mengajak Alan untuk berangkat bersama tetapi si bungsu menolak dan memilih untuk naik bis, dia bilang dia tidak ingin merepotkan kakaknya karena arah tujuan mereka berbeda. Sebelum mereka semua berangkat, sempat ada sedikit kejadian mengejutkan di depan pintu rumah.
Ketika Alan membuka pintu, ada seorang perempuan sedang berdiri tepat di depan pintu dengan pakaian rapi dan dandanan yang lengkap. Alan tidak mengenalinya, dia hanya menanyakan ‘siapa?’ tetapi perempuan itu tidak menjawab. Saat Reno keluar dengan merangkul Chika, ekspresi perempuan cantik tadi langsung berubah masam.
“Oh hai,” sapa Reno dengan ramah.
“Kamu? Kok kamu tega sih?” ujar perempuan itu langsung dengan nada suara tinggi. Alan dan Chika segera menoleh ke Bangre yang masih santai.
“Aku nggak masalah ya kamu banyak bergaul dengan perempuan bahkan pacaran lagi juga aku nggak masalah, tetapi kamu malah tinggal serumah? Aku nggak bisa terima ini, aku mau kita putus!”
Alan yang sedang makan apel hanya saling pandang dengan Chika dan mengangkat alis bersamaan.
“Oke kita putus. Kamu pulang hati-hati ya,” ujar Reno sambil tersenyum manis, “Ayo kita berangkat, sayang. Kita sudah hampir telat.” Reno kembali merangkul sang adik dan berjalan menuju mobil.
Perempuan itu mendengus kesal dan pergi meninggalkan rumah tiga bersaudara itu.
Chika mencubit keras pinggang abangnya hingga kesakitan. Dia meminta penjelasan tentang perempuan yang tiba-tiba berada di depan rumah dan meminta putus. Bangre hanya tertawa, dia bilang dia lupa dengan nama perempuan tadi bahkan dia juga lupa kapan dia memulai hubungan pacaran dengan perempuan tadi.
“Jadi itu alasannya Bangre mengiyakan putus?”
“Bukan. Aku nggak suka berpacaran dengan seseorang yang tidak mengenali keluargaku,” jawabnya. “Walaupun aku tidak mengingat mereka tetapi jika mereka mengenalku dengan baik dan memperlakukanku dengan baik, mungkin akan mempertimbangkannya.”
“Wah sangat menyebalkan. Jika aku menjadi mereka, ku rasa aku akan memutuskan hubungan bahkan sebelum memulainya.”
“Tidak ada orang yang mampu menolak sikap dan ketampananku,” ujar Reno sambil menyeringai kuda memamerkan wajah tampannya kepada Chika.
Memang benar dia memiliki wajah yang sangat tampan sangat mirip dengan papa. Dia dan Alam memiliki kemiripan karena keduanya sama-sama tinggi dan tampan. Berbeda dengan Chika yang tidak mirip dengan papa membuatnya tampak asing jika berkumpul dengan kedua saudaranya.
Kata papa dulu, Chika sangat mirip dengan mama mulai dari wajah dan perawakannya. Tetapi Reno tidak pernah menganggap kalau adiknya itu mirip dengan mama, dia tetap bersikeras kalau mereka bertiga itu mirip dengan papa seratus persen.
Setibanya di kantor Reno, Chika ikut ke ruangan abangnya. Dia telah kenal dengan beberapa rekan Reno, walaupun sebagian besar masih membicarakannya di belakang karena menduga-menduga dan mencari kemiripan dari keduanya.
“Anak ayam (dalam bahasa Inggris Chick), kamu di sini saja jangan pergi kemanapun. Nanti kalau mereka datang, kamu ku beri info dan kita menemuinya bersama,” kata Reno sambil mempersilahkan adiknya duduk.
Chika segera mengirim pesan kepada teman satu idola nya, dia memberi kabar kepada Rose kalau hari ini salah satu dari mimpinya akan terwujud. Telah menunggu cukup lama, Rose masih belum membalas pesannya. Dia memperkirakan kalau temannya itu sedang sibuk dengan sekolah vokalnya karena dia memang sedang ingin meraih cita-cita untuk menjadi seorang penyanyi terkenal.
Reno mendapat telpon dari sekretarisnya yang memberitahu kalau rombongan dari Activen telah tiba. Di saat yang bersamaan pula Chika mendapat telpon dari Alan yang mengatakan kalau ada rapat orang tua murid untuk membahas ulangan tengah semester.
“Kok dadakan? Harus sekarang banget ya?” Chika sangat kesal, dia ingin bertemu dengan sang idola tetapi dia juga tidak bisa menelantarkan rapat di sekolah sang adik.
Chika memutuskan untuk pergi ke sekolah Alan, dengan meminjam mobil milik Bangre dia akan tiba sebelum rapat selesai.
“Nanti sore aku jemput Bangre,” ujar Chika sambil berjalan cepat menuju parkiran. Pikirannya sudah tidak lagi terisi dengan sosok Ivan sehingga dia pergi ke sekolah Alan dengan tenang.
Sosok Ivan yang menjadi idola adiknya itu ternyata lebih tampan dari fotonya. Dia masih muda dan berperawakan seperti Alan hanya saja terlihat lebih dewasa. Sejak awal bertemu hingga rapat berlangsung, Reno terus mengamati sosok bos muda dari perusahaan semen nomor satu itu.
“Tidak tampak seperti seorang artis,” gumam Reno ketika mendengar Ivan berbicara mengenai perusahaan dan bisnis.
Chika melaju dengan kecepatan di atas rata-rata, dia sangat tidak ingin terlambat dan membuat adiknya kecewa. Alan telah menunggu di dekat ruang rapat sambil terus memandangi ponselnya, rapat orang tua murid adalah hal yang paling membuatnya gugup karena para guru selalu memberitahu orang tua atau wali mengenai sikap dan prestasi anaknya. Alan sangat cemas jika nantinya para guru akan mengatakan hal yang membuat kedua kakaknya merasa kecewa walaupun dia telah berusaha semaksimal mungkin untuk selalu menjadi murid teladan.
Chika datang langsung di sambut sang adik dan di persilahkan menuju ruang rapat, dia masih sangat terengah tetapi dia lega karena rapat masih belum selesai.