Chika sedang membantu di dapur saat Alan mampir ke kafe sepulang sekolah. Seorang pelayan menghampiri Chika dan memberitahunya kalau adiknya datang. Segelas lemon tea dingin dan dua potong kue manis menjadi menu khusus untuk Alan setiap kali dia berkunjung. Chika langsung membawakannya dan duduk bersama dengan adiknya itu.
“Sekarang ada masalah apa?” tanya Chika tanpa basa basi. Alan masih fokus dengan ponselnya untuk beberapa saat sebelum meminum minumannya.
“Aku mau bikin KTP,” ujar Alan.
“Hemm … Setelah kamu ulang tahun di tahun depan, langsung saja urus nanti ku temani.”
“Sekarang,” sambung Alan.
“Hahh?” Chika memandangi adiknya untuk beberapa saat, “Kamu masih 16 tahun, Lan. Mana bisa? Usia untuk memiliki KTP itu 17 tahun, kecuali dia sudah kawin,” kata Chika menambahi penjelasannya.
“Temanku sudah memiliki KTP.”
“Siapa? Redy?”
“Bukan.”
“Lalu?”
Alan sedikit berfikir, “Seorang teman, tapi aku nggak begitu mengenalnya.”
“Kalau masih seusiamu, tidak mungkin ada yang sudah memiliki KTP kecuali dia memang sudah berusia 17 tahun atau mungkin juga dia anak seorang pejabat. Apa temanmu itu anak pejabat?”
Alan kembali berfikir, “Aku nggak tau.”
Chika mehela napas, “Sudahlah nggak usah di pusingkan. Tahun depan, kamu bisa mengurusnya tanpa harus memikirkan apapun lagi. Tapi kenapa tiba-tiba kamu mau mengurus KTP?”
“Aku sering kerja kelompok dan pulang larut, jadi aku khawatir di tangkap polisi karena masih di bawah umur tetapi keluar larut.”
“Oh, kalau begitu kamu pulang saja sebelum jam sepuluh. Beres, kan? Kalau tugasnya belum selesai, kalian bisa menyambungnya di hari lain.”
“Atau aku menginap saja di tempat Redy, yakan?”
“Enggak !” Spontan Chika memukul meja dan membuat para pengunjung menoleh ke arah mereka.
“Seperti perjanjian awal, kamu boleh kerja kelompok dan pulang selarut apapun asalkan jangan menginap. Mengerti?”
“Hemm okey,” ujar Alan santai sambil memakan kue manis yang telah dihidangkan.
Dia tidak pernah menentang perkataan kakaknya, kecuali memang sangat tidak sesuai dengan dirinya baru dia menolak untuk menurutinya. Seperti dulu waktu awal dia mau masuk ke sekolah menengah atas, Reno sangat ingin dia masuk ke jurusan teknik, Chika ingin dia masuk jurusan Jaringan sementara dirinya sendiri ingin masuk sekolah Sains. Dia memberontak kedua kakaknya itu dengan mogok makan selama dua hari, tidak hanya itu dia juga memberikan sebuah presentasi mengenai ketertarikannya terhadap Sains dengan membuat table dan gambaran-gambaran di kertas ukuran satu kali satu meter dan menjabarkannya di hadapan Bangre dan Chika. Memang pintar dan tidak di ragukan, kedua kakaknya akhirnya mendukung dan menyetujui keputusannya untuk menjadi seorang dokter. Dia bahkan telah mempersiapkan diri sejak awal masuk sekolah menengah atas mengenai profesi yang ia cita-citakan itu.
Reno pernah secara tidak sengaja masuk ke kamar Alan dan menemukan buku bacaan mengenai ilmu kedokteran. Awalnya Reno berfikir kalau itu adalah buku pelajaran dan untuk pelengkap tugas, tetapi setelah dia perhatikan lagi seluruh kamarnya ternyata sangat banyak sekali buku seperti itu juga buku terjemahan mengenai ilmu organ dalam. Hal itu membuat Reno teringingat saat papa sedang di rawat di Rumah Sakit dalam keadaan kritis karena kanker perut yang di derita beliau. Saat itu Alan yang masih sangat muda menangis tanpa jeda dan mengatakan kalau dirinya akan menjadi dokter dan menyembuhkan penyakit papanya itu.
Papa sakit sejak lama tetapi beliau tidak pernah mengatakan kepada anak-anaknya mengenai hal itu. Ketika beliau merasakan sakit, beliau hanya mengatakan kalau kelelahan dan butuh istirahat hingga akhirnya keadaan beliau sudah sangat lemah, anak-anak membawa beliau ke Rumah Sakit dan sempat di rawat beberapa waktu sebelum akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhir.
Reno sangat terpukul dan sedih saat itu tetapi dia harus menjadi sosok paling kuat untuk sandaran kedua adiknya. Dia yang saat itu baru lulus kuliah langsung mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya karena uang dari kafe tidak cukup ketika mereka semua membutuhkan biaya yang besar. Chika saat itu masih kuliah dan membutuhkan biaya, walau sempat mengatakan ingin berhenti agar lebih hemat biaya tetapi Reno melarangnya dan terus mendukungnya hingga lulus. Alan masih SMP, biaya hidup yang ia butuhkan masih sangat banyak.
Setelah lulus kuliah, Chika sempat bekerja di sebuah perusahaan swasta di luar kota tetapi Reno memintanya untuk berhenti dan mencari pekerjaan yang dekat karena dirinya yang sibuk tidak dapat mengurus rumah dan Alan pun membutuhkan sosok lain selain Reno yang berada di rumah hanya saat pagi dan malam saja. Chika berhenti bekerja dan lebih sering membantu di kafe, pada awalnya dia ingin mengambil alih kafe tetapi dia tidak memiliki kemampuan memasak dan membuat kue sehingga dia memutuskan untuk membantu dulu nanti jika sudah bisa dia akan langsung turun ke lapangan.
Reno mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang proyek pembangunan sangat sesuai dengan bidang keahliannya. Dia telah bekerja cukup lama dan di tahun kelimanya ini dia mendapat promosi jabatan sebagai Manager Muda. Sungguh tidak diragukan kemampuannya, Reno memang sudah berprestasi sejak masih kecil. Saat libur atau sedang cuti, sering kali Reno berkunjung ke kafe dan memberikan ide serta gagasan baru untuk kemajuan kafe milik mendiang papa. Dia berharap kafe tetap berjalan dan semakin berkembang walau bukan dia yang mengurusnya sendiri.
Memang, Reno adalah seorang pria karir yang sangat sibuk dengan dua orang adik yang juga selalu membuatnya sibuk. Hal itu yang membuat Chika berpikir kalau abangnya itu perlu hiburan dan memutuskan untuk mengoleksi para wanita di ponselnya.
“Kling kling kling …” Ponsel Reno tidak henti-hentinya berbunyi pesan masuk. Dia yang sedang tidak sibuk segera menyandarkan tubuhnya pada kursi dan membuka ponselnya.
Semua penghuni kost putri sedang menanyakan kabarnya, sebagian lagi menanyakan apakah dia sudah makan siang atau belum dan mengirimi pesan-pesan lucu seperti anak remaja yang sedang kasmaran. Hal itu membuat Reno sesekali tertawa dan menggelengkan kepalanya.
“Ah mereka masih sangat muda, ini sangat menghiburku haha,” ujarnya sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya di kursi. Dia tidak menyadari kalau Soda, sekretarisnya telah berada di ruangannya beberapa detik yang lalu.
“Bapak tadi memanggil saya?” tanya Soda tiba-tiba membuat Reno terkejut dan salah tingkah.
“Ah benar, aku meminta laporan proyek bulan kemarin.” Reno segera membenarkan posisi duduknya dan kembali bersikap selayaknya seorang Manager.
“Laporannya masih dalam proses pengerjaan pak, tadi ada sedikit kesalahan jadi harus saya perbaiki. Nanti kalau sudah akan saya serahkan ke bapak.”
“Oke, nanti taruh di meja saya saja kalau pas saya tidak ada di ruangan.”
“Baik pak,” ujar Soda, dia masih belum keluar dari ruangan Reno dan memperhatikan bosnya itu dengan seksama.
“Kenapa? Masih ada yang mau di sampaikan?” tanya Reno merasa kurang nyaman dengan pandangan Soda.
“Bapak mau mengadakan rapat?”