Jomblo-Jomblo Buaya

Nana Sastrawan
Chapter #1

Maju Dulu, Lalu Kabur!

HARI PERTAMA di sebuah coffe shop jam 16.00, tiga orang lelaki berusia 20an tengah asyik menyantap roti bakar yang baru saja dihidangkan oleh waiter. Obrolan mereka terdengar hot, bahkan gaya bicara mereka pun sangatlah luar biasa seperti para politikus yang tengah memperbincangkan para koruptor.

Mereka memiliki dandanan yang berbeda, lelaki satu; gemuk, pendek, rambut disisir ke kiri mengkilap akibat kebanyakan minyak rambut, matanya sedikit besar, hidungnya pesek. Kaca mata terselip diantara belahan baju bagian dada, mengenakan baju kaos panjang bermotif bunga-bunga, dan jeans merah.

Sesekali ia bersin, akibat sinus yang dideritanya, hidungnya mengeluarkan lendir, lalu ditutup oleh sapu tangan berwarna pink Namanya Abdullah Rojak. Lelaki dua; badannya tinggi, lumayan berotot, rambut gondrong, mata sedikit sipit, hidung mancung, rambut gondrong, mengenakan jaket kulit dengan daleman kaos oblong, jeans biru, kegiatan dia ngupil setiap hitungan 10 menit.

Ia bernama Sukarno Diningrat Lelaki tiga; rambut jambul model perkumpulan anak punk, badannya kurus, tinggi, seluruh pakaiannya ketat, jelas terlihat jika badannya memang tipis. Dan namanya pun paling keren diantara mereka Ramon Sucipto. Mereka adalah mahasiswa.

“Cewek lo gak diajak Dul?” tanya Ramon.

“Dia lagi nemenin nyokapnya ke Bali liburan semester ini,” jawab Abdullah, kemudian menutup hidungnya oleh sapu tangan karena lendirnya akan keluar.

“lo?” Ramon menatap Sukarno.

“Cewek gue kan pemusik, jam segini ngajar les gitar di Purwacaraka,” jawab Sukarno, tangannya menyambar satu iris roti bakar kemudian melahapnya sampai habis.

Sejenak mereka terdiam menikmati makanan masing-masing, suasana kafe memang sangat asyik untuk dijadikan tempat nongkrong dan cuci mata, apalagi di sore hari, dan mungkin akan terasa nikmat jika malam hari.

“Gue denger lo baru putus?” Abdullah menyeruput kopinya.

Ramon terdiam, wajahnya berubah menjadi sendu. Matanya menatap keluar jendela, di lihatnya seorang remaja tengah merayu seorang perempuan, mereka terlihat seperti ABG. Remaja itu berjongkok sambil memberikan rangkaian bunga mawar.

Mengapa orang sangat mudah mendapatkan cinta sejati? Itulah yang ada dalam pikiran Ramon, sementara dirinya harus menikmati rasa sakit hati ketika ia merasa mendapatkan cinta sejati. Bukankah cinta diutus untuk berbagi? Lalu mengapa dia harus tersakiti, ah… dunia memang kejam.

“Putus cinta bisa bikin gila ya? Sedih gue ngeliat tampang lo, mirip banget deh kayak orang gila.” Sukarno dan Abdullah tertawa terbahak-bahak, sementara Ramon melotot.

Lihat selengkapnya