Jomblo Rivarly

Suci Asdhan
Chapter #13

Resep Tulus

Bukan cuma perut yang butuh diisi, hati juga. Kemal Virendra, sang Chef Cintaku, selalu yakin kebahagiaan bersemayam di piring yang penuh. Kalau ada yang gundah, ia memasak. Kalau ada yang meradang, ia menyodorkan brownies. Kalau ada yang kesepian, bekal super enak siap tersaji. Ia begitu sibuk menyenangkan semua orang, sampai lupa dirinya sendiri juga butuh asupan batin.

Sejak insiden kue bolu keasinan yang membuat lidah Bagas kaku, dan kegagalan menaklukkan pedasnya Nasi Uduk "Berkah Ngaji" yang bikin ia dan para guru terdampar di UKS, Kemal mulai sadar ada resep yang jauh lebih penting dari sekadar masakan, yaitu resep untuk hati sendiri.

Setelah Bagas heboh dengan puisi tersembunyi ibunya di balik Surah Ar-Rahman, sebuah penemuan yang mengubah seluruh pandangan hidupnya—dan Luthfi yang mulai galau dengan sisi puitis ayahnya yang tak terduga, Kemal merasakan pergeseran dalam dinamika persahabatan mereka. Aura mereka berubah. Keduanya jadi sering merenung, bahkan terkadang sampai lupa makan, terlalu larut dalam pencarian makna.

"Kalian kenapa sih?" tanya Kemal suatu siang, saat mereka bertiga makan di kantin yang riuh. Bagas hanya mengaduk nasinya lesu, seolah nasi itu adalah misteri yang tak terpecahkan, sementara Luthfi sibuk membaca buku tafsir Al-Qur'an kecilnya. Keningnya tampak berkerut, sementara wajahnya serius penuh konsentrasi.

"Ini soto ayam Bu Tini lho, kuahnya aja udah kayak kolaborasi surga sama neraka, seenak itu!"

Bagas menghela napas panjang, dramatis seperti aktor yang sedang memainkan peran melankolis. "Mal, hidup ini lebih dari sekadar soto. Ada makna yang lebih dalam. Seperti ayat-ayat Al-Qur'an itu, mereka punya ruh, punya nyawa yang berbicara pada kita."

Luthfi mengangguk setuju, matanya masih tertuju pada buku. "Benar. Aku sekarang mencoba merasakan setiap ayat, bukan cuma mengejar target khatam. Rasanya berbeda."

Kemal mendengkus. Alisnya sedikit terangkat. "Lalu, kenapa kalian makannya jadi nggak semangat gini? Nanti sakit. Kalau sakit, siapa yang masakin? Siapa yang nanti bantuin aku review resep baru?"

Kemal memang selalu begitu. Ia ingin menjadi penopang bagi teman-temannya, ingin membahagiakan mereka. Ia rela mengorbankan waktu dan tenaganya untuk memasak, hanya demi melihat senyum tersungging di bibir mereka. Namun, belakangan ini, senyumnya sendiri terasa hambar, seperti masakan tanpa bumbu. Rasa kesepian yang dulu sempat mengunjunginya setelah kejadian kue bolu, kini kembali lagi, lebih kuat dari sebelumnya, menyelimuti hatinya seperti kabut pagi.

"Kamu terlalu memikirkan orang lain, Mal," kata Ameera suatu hari, saat Kemal menata jajanan di koperasi sekolah. Ameera menatapnya tenang, seolah mampu membaca isi hati Kemal, menembus lapisan-lapisan kepura-puraan yang ia bangun.

"Hah? Nggak kok, Meera," jawab Kemal cepat, mencoba tersenyum sealamiah mungkin. "Ini kan hobi. Aku suka masak. Suka bikin orang lain senang."

"Hobi itu menyenangkan, Kemal. Tapi jangan sampai membuatmu melupakan dirimu sendiri," ujar Ameera lembut. Suaranya seperti melodi yang menenangkan. "Kamu sering tersenyum, tapi sorot matamu berbicara lain. Aku merasa ada yang kamu sembunyikan."

Deg! Kata-kata Ameera itu, menusuk langsung ke ulu hati. Persis seperti rasa pedas Nasi Uduk "Berkah Ngaji" yang bikin perut melilit. Ameera ternyata dapat melihat isi hati Kemal yang sebenarnya, tanpa perlu membaca resep atau daftar bahan.

Ujian Ngaji Misterius

Tantangan Khatam Qur'an terus bergulir. Kini, sudah memasuki fase "Ujian Ngaji Misterius" yang diadakan secara mendadak oleh Pak Arman. Setiap hari, secara acak, Pak Arman akan memanggil satu atau dua siswa ke mushola, meminta mereka membaca atau menjelaskan makna sebuah ayat. Ini adalah bagian dari 'Ujian Praktik' yang dulu pernah Kemal curigai sebagai proyek resep rahasia Pak Arman. Sebuah ujian yang tidak bisa ditebak.

Kemal sangat gugup. Ia tahu, hafalannya masih jauh dari sempurna. Tajwidnya masih sering salah, seperti bumbu yang tak sesuai takaran porsinya. Ia bukan seperti Luthfi yang disiplin dan tekun, atau Bagas yang kini sudah 'menjiwai' ayat-ayat dengan pemahaman sastranya. Ia hanya Kemal, si pembuat masakan enak yang sering salah tingkah dan cenderung panik bila berada di bawah tekanan.

Suatu siang, saat jam istirahat, terdengar bunyi pengumuman mengejutkan menggema dari pengeras suara di mushala sekolah. Suaranya menggelegar terdengar hingga ke seluruh penjuru kantin. "Kepada Saudara Kemal Virendra, dimohon segera menuju mushola. Pak Arman sudah menunggu untuk 'Ujian Ngaji Misterius'!"

Kemal langsung pucat pasi, seperti adonan roti yang belum mengembang. "Waduh, gawat!" teriaknya panik sambil mondar-mandir ke sana ke kemari.

Bagas dan Luthfi menatapnya prihatin, seakan-akan mereka sudah bisa menebak, apa yang akan terjadi. Keduanya sangat hafal, bila Kemal tengah dilanda kepanikan, maka akan disertai dengan kekacauan.

"Semangat, Mal!" seru Bagas, mencoba memotivasi. "Anggap aja ini kayak audisi MasterChef, tapi jurinya Pak Arman. Jangan nervous, chef!"

"Ingat, jujur sama hati sendiri," tambah Luthfi mencoba menghibur dengan nada seriusnya, seperti sedang memberikan coaching terakhir sebelum pertandingan.

Lihat selengkapnya