Pada pukul 8 malam, Tim bersama keluarga makan malam di ruang makan. “Katanya, di sekolah kamu diserang monster, yah?”, tanya ayah Tim. Ruang makan itu berukuran 2,5 m. Letaknya berada di depan dapur, di samping ruang makan ada anak tangga untuk menuju ke lantai atas. Di depan kanan, ada pintu kaca untuk menuju ke kolam ikan yang dipelihara oleh keluarga Tim. Tim menjawab pertanyaan ayahnya, “Iya, Yah. Tau-tau aja monster itu datang. Darimana Ayah tau kabarnya?”. Ayahnya menjawab, “Tau dari grup WhatsApp sekolah kamu. Dan, kalo gak salah ingat, ada ibu dari wali murid yang memuji kamu telah mengalahkan monster itu dengan pedang. Benarkah itu?”. Tim terkejut, tidak disangka ayahnya bisa tahu banyak dengan kejadian itu.
Tim bimbang, apakah harus memberi tahu yang sebenarnya atau justru berbohong. Akhirnya, dengan berat hati, Tim menjawab, “Iya, Yah. Aku yang ngalahin,”. Ibu Tim yang mendengar jawaban itu tertawa, “Kamu? Hahahah. Jangan mimpi. Ama kecoak aja takut, ngaku-ngaku bisa ngalahin monster. Kebanyakan nonton film superhero sih,”. Ayah Tim mengambil HP yang ada di ruang kerjanya, lalu memberikannya ke ibu Tim, “Nih. Liat aja sendiri. Ada yang ngevideoin”. Tim mengembuskan napas lega karena ada ayahnya. Jika tidak, mungkin dia dan ibunya akan bertengkar. Ibunya melihat dengan saksama, mulai dari Tim yang sedang bertarung sampai video itu berakhir dengan sorak-menyoraki Tim. Akhirnya, ibu Tim meminta maaf karena telah meremehkan Tim. Adiknya yang masih berumur 7 tahun berteriak, “Wah, Kakak hebat!”, pujinya sambil memeluk kakaknya. Tim tersenyum sekaligus malu.
Setelah menghabiskan makanannya, Tim segera ke dapur untuk mencuci piringnya. Lalu, dia cepat-cepat ke kamarnya sebelum ditanya-tanya lagi oleh orang tuanya. Kamarnya berdinding hijau kebiruan, dengan di sisi kanan dinding kamar ada meja berwarna hitam pendek yang diatasnya ada laptop berwarna hitam juga, lemari baju dan buku berwarna coklat. Di kiri kamar, ada poster film Avengers, karena Tim adalah fansnya Marvel. Lalu di tengah kamar, ada tempat tidur berwarna hijau. Diapun mengambil HP-nya, lalu duduk di tempat tidur sambil menonton video di Youtube, agar pikirannya bisa teralihkan. Tim merasa bingung, apakah dia patut merasa senang atau merasa bersalah karena membuat orang tuanya khawatir. Tim sedikit kesal, kenapa ada orang yang men-share video pertarungannya dengan monster. Tiba-tiba saja, Tim merasa rindu dengan Hana, karena biasanya di saat seperti ini, Tim selalu mencurahkan hatinya ke Hana. Tapi rasanya, agak sulit untuk mencurahkan hatinya, karena permasalahan yang dihadapinya bukanlah masalah biasa.
Tim meletakkan HP-nya, lalu meraih pedang Eltraksta yang dia sandarkan di samping tempat tidurnya, di bawah poster Avengers. Diapun melihat-lihat pedang itu, mulai dari ujung sampai ganggangnya. Dia mengayunkan-ayunkan pedang itu dengan iseng.
Setelah ayahnya menghabisi makanannya, dia pergi ke ruang Tim untuk menjenguknya. Dia melihat Tim mengayun-ayunkan pedang. Setelah Tim tahu ayahnya melihatnya, diapun langsung berhenti karena malu. Ayahnya duduk di samping tempat tidurnya, dan Tim duduk bersebelahan dengan ayahnya. “Coba, Ayah mau liat pedangmu,”pinta ayahnya. Tim memberikan pedangnya. Ayahnya memegang dan meraba-raba pedangnya, mulai dari ujung sampai ganggangnya. Ayahnya bertanya, “Gimana cara kamu ngeluarin api dan tembok es di video tadi?”. Tim meminta pedang ayahnya. Dengan sedikit fokus, pedang itu langsung berapi. Setelah berapi, Tim mengubah pedang itu menjadi pedang es. Ayahnya takjub melihat perubahan pedang itu.