Journey in Alternative World (1)

Binnar Kurnia Ramadhan
Chapter #10

Melarikan Diri

Ketika memasuki portal putih itu, Tim berada di suatu tempat yang seluruhnya berwarna putih.Di depannya, tampak semacam lubang menuju suatu tempat. Ketika Tim memasuki lubang itu, Tim berada di kelas X-IPA. Berbeda ketika Tim pergi, ruangan itu sangat sepi dan kotor. Mike, Dubert, dan Hilman sedang menengok ke luar jendela. Mike bertanya, “Kenapa lama banget, Tim?”. Tim menjawab, “Ada urusan sebentar” dengan muka senyum nakal.

 

“Kita dimana, nih?”, tanya Dubert.Hilman menjawab, “Kayaknya di ruang kelas X-IPA, tapi berbeda. Coba kalian usap meja dan kursinya, banyak debu”. Ketika yang lain melakukan usulHilman, dia benar. Meja dan kursinya sangat berdebu, seolah-olah sudah lama tidak dibersihkan. Dubert berkata, “Mungkin portal itu penghubung antartempat yang sama dari dunia yang berbeda”. Tim menyetujui pendapat Dubert. Mike bertanya, “Jadi, apa yang kita lakukan selanjutnya?”. Tim berjalan menuju jendela, lalu melihat keluar sebentar. Benar-benar sepi, saking sepinya, banyak sekali daun-daun yang berguguran ditiup angin.

 

Tim berkata, “Kita coba keluar, tapi pelan-pelan. Kita tidak tau apa yang akan kita temui”, “Woe, Tim. Kenapa lu gak bawa tasmu? Daripada tuh pedang lu pegang terus”, kata Hilman. Tim menjawab, “Gua lupa”. Tim mencoba menempelkan Pedang Eltraksta ke punggungnya, dan secara ajaib, pedang itu langsung menempel ke punggungnya, seperti benda logam yang menempel di magnet. Dubert berkata, “Kenapa gak daritadi?”, “Gak tau kalau ternyata bisa nempel kek gini”, jawab Tim dengan senyum malu.

 

Tim membuka pintu kelas secara perlahan-lahan, dengan Mike, Dubert, dan Hilman berdiri di belakangnya. Setelah terbuka, Tim menengok ke kanan dan kirinya untuk melihat apakah ada orang atau tidak. Ternyata, sama sekali tidak ada orang. “Ayo, aman”, perintahnya kepada temannya yang di belakang. Merekapun berjalan keluar ruangan, dengan sikap waspada. Hilman berkata dengan pelan, “Awas, nanti ada jumpscare”, candanya. Mereka berjalan perlahan-lahan ke arah aula, kemudian ke luar sekolah. Ternyata, di luar sekolah juga sepi.

 

Untungnya, mereka melihat sepatu dan sandal yang ditinggalkan begitu saja. Di halaman sekolah, banyak sekalidaun-daun berwarna coklat tuadan selembar koran yang tertiup angin. Salah satu koran terbang menutupi wajah Dubert. Setelah Dubert berusaha menyingkirkan koran itu dari wajahnya, dia mengambil koran itu dan melihat tahun pembuatannya. Dia kaget ternyata tahun yang tertera adalah 2014. “Tim, lihat ini”. Tim melihat ke koran yang dimaksud Dubert, lalu menjelaskan keanehan koran itu. “Hmmm…apakah ini yang dimaksud si Albert Einstein, kalo waktu itu relatif?”. Mike menanggapi, “Hmm…bisa jadi sih. Daritadi kita gak ngeliat ada orang lalu lalang, yah. Dan langitnya perasaan mendung mulu”. Tim berkata, “Iya, sih. Ayo, kita lanjut jalan!”. Mereka melanjutkanperjalanan sambil melihat ke sekeliling. Keadannya benar-benar sepi. Ketika Tim dan kawan-kawan sudah berada di jalan raya, banyak kendaraan yang ditinggalkan begitu saja. Ruko-ruko perbelanjaan begitu sepi, bahkan ada kursi dan meja dalam suatu warung dan toko berantakan, bahkan ada yang jatuh.Motor banyak yang jatuh di sepanjang jalan raya, seolah-olah pengendaranya melihat sesuatu yang menakutkan, lalu lari meninggalkan motornya.

 

“Benar-benar aneh. Mobil ama motor bertebaran dimana-mana”, tanggap Hilman dengan penasaran. Mereka berjalan mendekati salah satu mobil sedan hitam yang kosong, yang salah satu pintunya terbuka. Ketika mereka melihat ke dalam mobil itu, mereka bingung kenapa keadaannya begitu berantakan, bahkan jok kursi banyak yang sobek. “Ini kenapa, yah?”, tanya Dubert yang masih melihat ke dalam mobil itu, begitu pula Mike dan Hilman. Ketika Tim mengeluarkan kepalanya keluar mobil, dia berteriak, “AWAS!”, teriaknya sambil mendorong teman-temannya ke bawah. Dubert bertanya dengan kesal, “Ada apaan sih, Tim?”. Tim menjawab, “Itu. Liat di atas!”. Mike, Dubert, dan Hilman mengikuti perintah Tim. Mereka hanya bisa melihat setitik hitam. Namun lama-kelamaan, titik itu semakin besar, dan menjadi sesosok makhluk berwarna hitam yang sedang menuju mereka. Tim langsung menghindar, sedangkan Dubert, Mike, dan Hilman tidak sempat menghindar sehingga mereka terpelanting ke arah ruko bersama mobil hitam. Pendaratan makhluk itu benar-benar keras dan kencang.

 

“Apa-apaan itu?”, tanya Tim dengan kaget dan terkejut. Ternyata, makhluk yang hendak menyerangnya itu adalah seekor burung gagak hitam, tapi ukurannya seukuran manusia. Burung gagak itu memiliki sepasang tangan berbulu hitam dengan kaki berukuran besar. Ketika burung gagak itu mengaum, Tim melihat deretan gigi yang tajam. Tim memandangnya dengan heran. “Burung gagak?”. Burung gagak itu mengaum, lalu mengeluarkan cakar dari tangannya. “Kenapa burung punya cakar?”. Burung gagak itu berlari lalu menyerang Tim. Dengan sigap, Tim mengambil Pedang Eltraksta yang ada di punggungnya, lalu menendang perut burung itu. Tim mengambil kuda-kuda dengan tatapan mata waspada. Burung gagak itu mengaum, lalu terbang ke atas. Ketika melayang di atas, burung itu terbang menukik tajam ke arah Tim. Dengan sigap, Tim melompat. Tidak buang kesempatan, dia memotong kedua sayap burung itu. Burung itu berteriak kesakitan, lalu jatuh terpelanting di atas tanah. Burung itu memegang kepalanya yang sakit ketika jatuh tadi dengan wajah marah. Dia menggeram lalu berlari dengan cepat ke arah Tim, lalu menyerang Tim dengan kedua cakarnya. Mau tidak mau, Tim menangkisnya dengan Pedang Eltraksta sambil berjalan pelan-pelan ke belakang. Serangan burung itu sangat cepat, sehingga sangat sulit bagi Tim dalam mencari peluang menyerang.

 

Lihat selengkapnya