Tidak lama kemudian, mereka sudah sampai di Waterpark, atau tepatnya Waterpark yang lain. Jika Waterpark sebelumnya dalam keadaan cerah dan ramai, sekarang sudah gelap karena malam dan benar-benar sepi. Mike merasa bergidik, karena udara saat itu sangat dingin, juga menakutkan. Hilman merasa kakinya bergetar, karena dia belum pernah berada di Waterpark di saat malam. Mereka merasa seperti anak-anak yang tersasar dari orang tuanya.
“Ayo, kita keluar dari sini. Tapi hati-hati!”, perintah Tim kepada kawan-kawannya. Mereka berjalan sampai memandang sekeliling dengan waspada. Keadaannya benar-benar sepi, gelap, dan menyeramkan. Mereka merasa seperti di latar film-film horor. Tidak lama kemudian, mereka sudah berada di halaman parkiran. Meskipun Tim menyuruh teman-temannya berjalan pelan-pelan, tapi mereka justru berjalan secara tergesa-gesa. “Woe, pelan-pelan napa!”, ucap Tim dengan kesal. “Serem, cuy. Jurit malam kalah ini mah”, ucap Hilman dengan suara bergetar. Akhirnya, mereka sudah sampai di jalan masuk Waterpark, yang ditandai dengan sepasang patung kapal. Ketika mereka melihat ke jalan raya, keadaannya benar-benar kacau. Lampu jalan berjatuhan, api yang berkobar di sana sini, kaos-kaos yang beterbangan ditiup angin. Parahnya lagi, mereka dapat melihat bercak darah, meski di tempat gelap seperti itu.
“A…apa yang terjadi di sini?”, ucap Dubert dengan mata terbelalak. “Aku tidak tau. Yang jelas, dunia paralel yang satu ini pasti buruk”, jawab Tim sambil bersiap siaga dengan Pedang Eltraksta yang menempel di punggungnya. Mereka memutuskan mengambil jalan sebelah kiri. Mereka benar-benar waspada. Mereka penasaran apa yang terjadi di dunia paralel yang satu ini.