Sehari setelah pertarungan, berita di TV dipenuhi oleh kemunculan raksasa besi yang melindungi Jakarta dari kehancuran. Banyak masyarakat Jakarta yang mengucapkan terima kasih dan rasa syukur kepada raksasa itu. “Saya sangat senang raksasa itu tiba tepat pada waktunya. Kalo saja gak ada raksasa itu, mungkin Jakarta bakal jadi medan pertempuran lagi”, ucap kakek tua “Berkat raksasa itu, anakku tidak terluka. Makasih banyak, raksasa besi! Kamulah penyelamat bangsa Indonesia”, kata seorang ibu yang menggendong anaknya yang berusia balita. “Raksasa itu sangat keren. Dia menghajar robot hitam itu seperti ini,” seraya menirukan gerakan Tim saat akan membunuh Deustron.
Beberapa lama kemudian, di suatu rumah sakit, Tim sudah sadar dari pingsannya. Ia berusaha membuka kedua matanya secara perlahan-lahan. Setelah membuka, dia berada di kasur empuk berwarna putih. Atap ruangan itu berwarna putih. Tim bisa mencium aroma harum jeruk dari pewangi ruangan. Setelah Tim duduk, dia melihat ke sekeliling. Warna seluruh tembok berwarna putih. Di sisi kiri ada jendela berbentuk persegi. Di sudut kiri ruangan ada alat bantu pernapasan. Lalu di samping kasur Tim, ada alat pendeteksi detak jantung. Tim melihat ke dadanya, ternyata banyak tertempel semacam benda-benda kecil yang menghubungkan dengan alat pendeteksi jantung yang ada di sampingnya. Di depan kasur, terpasang TV berwarna hitam yang berukuran besar yang dalam keadaan non-aktif. Tim melihat ke kanan depan ruangan, ada meja berwarna coklat kehitaman dengan kursi berwarna merah empuk. Lalu, di samping meja terdapat pintu berwarna putih. Tidak salah lagi, Tim berada di Rumah Sakit Permata Cibubur. Tapi kenapa mesti jauh-jauh dari Jakarta ke Cibubur?