Journey Of Life

sulis fatlani
Chapter #2

2.Takdir Memisahkan Kita

2.Takdir Memisahkan Kita

 

“Garis takdir itu bukan kita yang menciptakan, dan juga tidak di ciptakan sesuai dengan keinginan kita. Tapi, kita juga bisa mungubah garis takdir kita, caranya dengan bantuan do’a dan ikhtiar diri kita sendiri.”

 

 

 

“Assalamu’alaikum.” Ucap Shariz membuka pintu dan masuk ke markas.

“Wa’alaikum salam...” Jawab teman-teman Shariz menjawab salam Shariz.

“Kalian udah pada sholat belum?” Tanya Shariz sambil duduk ikut melingkar bersama yang lainnya.

“Udah dong...” Jawab mereka serempak.

“Oh kalian semua udah punya rencana belum buat lanjut ke mana ?” Tanya Shariz to the poin kepada teman-temannya mengingat kalo beberapa bulan lagi mereka akan lulus SMA.

“Alhamdulillah bos, gue sih udah punya rencana mo lanjut kuliah.” Jawab Zimar.

“Kalo gue sih masih bingung.” Jawab Rizky.

“Gue sih... Mau tobat, mau masuk pesantren sambil kuliah.” Kata Azki.

“Nah, itu bagus banget, biar mandiri nggak ngikutin atasan mulu. Bener nggak?” Ujar Shariz.

“Iyah bos... Bener...” Jawab mereka sedikit lesu.

“Ko jawabnya lesu gituh sih?” Tanya Shariz bingung.

“Ya iyalah kita lesu, orang nanti kita kapan lagi punya waktu buat ngumpul bareng lagi kek gini.” Celetuk Zimar sedikit kesel karena pertanyaan Shariz yang menurut dia nggak masuk akal.

“Dasar bos lola pekanya.” Celetuk Rizky pelan.

“iyah sih, kan namanya juga manusia pasti nggak akan selalu hidup bersama selamanya, pasti punya kehidupan masing-masing dan tujuan masing-masing.” Jawab Shariz dengan menundukkan kepala mengingat setiap kata perkata seseorang yang telah hilang dalam kehidupannya.

“Tapi, tenang, mudah-mudahan aja Allah ngasih kita umur panjang dan bisa ngumpul bareng-bareng lagi kek gini.” Lanjut Shariz menyemangati teman-temannya.

“Aamiin.....” Jawab mereka meng-aminkan.

“Eh, kalo lu sendiri mo lanjut kemana?” Tanya Vian ke Shariz.

“Eemm... Gue sih udah jelas lanjut kuliahlah dari pada gue pengangguran diem di rumah yang hawanya udah kek di negara Arab, ogah banget Gue.” Jawab Shariz spontan mengingat keadaan rumahnya yang sekarang.

“Kita siap-siap buat ke masjid yuk.” Ajak Shariz.

“Oh iya iyah, sekarang tuh dah sore, gue lupa.” Ujar Rizky dengan menepuk jidat.

“Keasyikan ama urusan dunia sih, jadi lupa ama urusan akhirat.” Lanjut Vian.

“Astaghfirullahal ‘adzim...” Mereka serempak beristighfar.

~#####~

Langit mulai berubah warna menjadi ke oren-orenan. Matahari hampir tenggelam. Shariz dan teman-temannya kini berada di tempat dimana adzan selalu di kumandangkan di dalamnya, tempat dimana orang islam berkumpul bersama untuk beribadah bersujud kepada Sang Pencipta yang tak lain lagi ialah masjid. Shariz dan teman-temannya sedang duduk melingkar membaca Al-Qur’an, kalo di tanya tentang suara dan makhroj mereka ahlinya dalam hal itu, walau mereka masih kadang suka main malam, pulang malam, tapi kita nggak boleh memandang seseorang sisi keburukannya doang tapi liat sisi kebaikanya yang lain juga. Shariz melirik ke arah arloji yang melingkar di tangannya. Waktu menunjukkan 17.40.

“Udah masuk waktu sholat nih.” Ucap Shariz dengan melihat arlojinya dan mengakhiri membaca Al-Qur’an.

Shariz berdiri menyimpan Al-Qur’an di rak dan menyalakan pengeras suara masjid hendak adzan. Teman-teman Shariz berhenti membaca Al-Qur’an dan menjawab setiap kalimat-kalimat adzan yang sedang di kumandangkan Shariz. Setelah adzan selesai orang-orang banyak yang pergi masjid untuk menunaikan kewajibannya sebagai muslim yang masih hidup. Semua oarang sholat maghrib secara berjama’ah, berdzikir dan menunaikan sholat sunnah ba’da maghrib. Setelah selesai Shariz dan teman-temannya kembali duduk berkumpul membentuk leter U. Seseorang yang berpakaian rapih mendekati mereka.

“Assalamu’alaikum.” Kata seorang ustadz memberi salam kepada mereka sambil duduk di depan mereka.

“Wa’alaikum salam.” Jawab mereka serempak.

Shariz dan teman-temannya menyalami ustadz tersebut bergantian.

“Eemm ada yang nggak ikut ke sini ?” Tanya Pak Ustadz.

“Alhamdulillah ustadz semuanya hadir.” Jawab Shariz.

“Alhamdulillah kalo semuanya hadir, kita langsung saja bismillahir rohman nirrohim, kali ini kita membahas tentang ilmu fiqih yah. Sebelumnya kita udah bapak sudah menjelaskan tentang ilmu fiqih bab sholat, wudhu, istinja dan sekarang kita akan bahas tentang bab nasab.” Kata Ustadz.

“Nasab, tadz? Tentang apaan tuh tadz?” Tanya Azki penasaran.

“Nasab atau bisa di sebut juga sebagai silisilah keturunan, kita di sini akan membahas tentang siapa ajah sih yang satu nasab sama kita? Terus yang mahrom sama kita?”

“Eemm misalkan ada yang nanya nih kayak gini, Terus apa pentingnya sih kita belajar ilmu fiqih tentang nasab-nasab kayak gituan, sampe-sampe kita harus mengetahui mahrom-mahrom kita ?” Kata Ustadz.

“Nih, kalo kita sholat kita harus punya apa?” Tanya sang Ustadz.

“Wudhu.” mereka serempak.

“Nah, sedangkan salah satu sebab dari batalnya wudhu itu, bersentuhan antara kulit laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom dan umur kedua-duanya sudah mencapai baligh dan tanpa penghalang (terdapat dalam kitab Safinahtunnajah dalam bab tentang perkara-perkara yang membatalkan wudhu). Betul atau betul?”

“Betul.”

“Nah, salah satu fungsinya kita harus tau siapa ajah mahrom kita tuh di situ. Bla... bla... bla...”

Shariz dan teman-temannya menyimak penjelasan ustadz dari awal hingga akhir.

~#####~

 Beberapa bulan kemudian...

Waktu berjalan begitu cepat, bulan dan matahari datang bergantian mengisi kehidupan. Bulan juga sudah berkali-kali berevolusi mengelilingi bumi tanpa kita sadari. Shariz dan teman-temannya menjalani kehidupan dengan banyak perubahan, menjadi yang lebih baik dari pada yang sebelumnya. Kini waktu dimana mereka akan berpisah untuk berjuang meraih impian mereka masing-masing seorang diri tanpa di temani oleh mereka yang lainnya. Siswa senior di salah satu SMA di kota Jakarta semuanya merasakan dua perasaan dalam satu waktu yaitu senang karena mereka hampir mendekati kesuksesan mereka masing-masing dan di sisi lain mereka merasa sedih karena akan berpisah dan menjalani kehidupan masing-masing di tempat yang berbeda. Untuk kali ini mereka memakai seragam wajib siswa SMA yang berbeda dari biasanya, kini seragam putihnya terdapat coretan-coretan pilok warna-warni yang tidak beraturan. Shariz dan teman-temannya sedang berkumpul di tengah-tengah keramaian untuk saling mengucapkan kata selamat ke yang lainnya.

Lihat selengkapnya