5.Teman
“Jika takdir akan mempertemukan kita kembali, lantas mengapa kita harus pergi menjauh untuk menghindarinya?”
Beberapa Minggu kemudian...
Matahari naik untuk menyinari kehidupan di bumi. Waktu berjalan maju dengan cepat dan tak bisa mundur untuk mengulangnya kembali. Kini Shariz akan duduk diatas bangku pendidikan yang lebih tinggi lagi dari sebelumnya. Tapi dari pertama Shariz menginjakkan kakinya di New York sampai saat ini Shariz masih belum menemukan seseorang yang bisa di jadikan temannya. Shariz, kini ia sedang berdiri tepat di depan pintu universitasnya. Shariz melangkahkan kakinya dengan sambil mengucapkan basmallah. Shariz berjalan lurus mencari ruangan yang akan menjadi tempat ia menuntut ilmu. Ia berjalan melewati ruangan perruangan sampai pada akhirnya ia menemukan ruangan yang menjadi tujuannya.
Pintu ruangan tersebut terbuka lebar menyambut kedatangan para mahasiswa, Shariz maju memasuki ruangan dengan tak luput dari membaca basmallah karena akan menjalani sesuatu yang baru. Shariz mengitarkan pandangannya ke arah dalam ruangan mencari kursi yang masih kosong yang belum ada pemiliknya. Tak butuh waktu satu menit, Shariz akhirnya menemukan kursi yang kosong. Shariz berjalan maju mendekati kursi yang berada di depan para mahasiswa asli orang New York yang sedang berkerumun mengerumuni seseorang. Shariz mengabaikan mereka yang sedang bising membicarakan sesuatu. Seseorang berjalan maju mendekati Shariz yang sedang duduk membaca novel yang sengaja ia bawa dari Indonesia.
"Excuse me, are you Indonesian?" Ucap seseorang itu kepada Shariz dengan ramah ketika melihat judul novel yang sedang di baca oleh Shariz.
Shariz yang merasa di ajak ngobrol, dengan refleks ia melihat ke arah pria yang sedang berdiri di sampingnya, lalu tersenyum ramah.
"Oh my god." Teriak tiga orang mahasiswi yang klepek-klepek tak sengaja melihat senyum Shariz yang begitu menawan untuk lupakan.
"Yes, i'm Indonesian." Jawab Shariz mencoba untuk ramah karena mengahadapi orang baru yang bersamaan dengan teriakan tiga mahasiswi tersebut.
Seketika tiga mahasiswi tersebut menjadi pusat perhatian semua orang yang berada di dalam ruangan kecuali Shariz dan pria tersebut. Semua orang mengikuti arah pandangan mata tiga mahasiswi yang terlihat sangan fokus. Sebagian para mahasiswa yang mengikuti arah pandangan tiga mahasiswi tersebut menggelengkan kepala karena mengingat aksi ala seorang cewe yang melihat sesosok pria tampan dan ada sebagian lain lagi yang timbul di hatinya rasa kecemburuan.
"Nice to meet you again." Ucap pria tersebut mengawali pembicaraan.
"Have we met before?" Tanya Shariz bingung.
"Oh... It's so sad that you don't remember me. I apologize in advance because i was the one who bumped into you at the airport about a month ago." Jawab pria itu sedikit sedih.
Shariz mencoba mengingat-ngingat pada saat ia sedang di bandara.
"More precisely... Around... May 14." Lanjut pria itu.
"14 Mei?" Ucap Shariz dalam hati.
"Berarti waktu gue nganterin papah dong." Ucap Shariz dalam hati sambil terus mencoba mengingat-ngingat.
"Oh... I remember..." Ucap Shariz sambil mengingatnya kembali.
"I sincerely apologize for accidentally bumping into you." Ucap pria itu mengulanginya berkali-kali.
"Don't worry. I've forgiven you." Jawab Shariz.
Pria itu duduk di samping kursi Shariz dan meletakkan ranselnya yang dari tadi ia gandong.
"We didn't know each other before. My name is Nabil." Kata pria itu mengawali sambil mengulurkan tangannya.
"My name is Shariz." Jawab Shariz sambil menjawab uluran tangan Nabil.
"Jika kamu mau, kita bisa berbicara menggunakan bahasa Indonesia." Ujar Nabil.
"Kalo di lihat dari segi nama apa kamu orang Indonesia juga?" Kata Shariz.
"No, aku asli orang Amerika, tetapi aku lahir di Indonesia, dan sering bolak-balik tinggal di Amerika-Indonesia sampai usiaku 15 tahun." Sahut Nabil.
"Oh..." Jawab Shariz faham.
"Oh, aku mau nanya, bukannya waktu kamu di bandara kamu bersama dengan seorang perempuan?"
"Yes, She is my sister." Jawab Nabil.
~#####~
Matahari semakin naik, kini waktu pulang kelas Shariz tiba. Mahasiswa dan mahasiswi berhamburan keluar ruangan, bigitu pun dengan Shariz. Shariz keluar bersama dengan Nabil yang sudah menjadi teman barunya di hari pertama ia masuk perkuliahan.
"Sekarang kamu tinggal dimana?"
"Di apartemen triple junction."
"Yah... sayang sekali tempat tinggal kita berlawanan arah." Kata Nabil sedikit sedih.
"Nggak usah sedih juga kali, kan kita masih satu kampus."
"Bil, kamu mau langsung pulang?" Tanya Shariz.
"Ya. Ada keperluan apa?"
"Nggak, cuman nanya doang."
"Aku pergi duluan." Ucap Nabil berpamitan, lalu pergi meninggalkan Shariz.
"Ya silahkan." Jawab Shariz.
Shariz berjalan sendirian ke arah tempat apartemennya. Shariz pulang ke apartemennya dengan menaiki sepeda yang sudah menjadi temanya selama ada di New York. Shariz menikmati indahnya kota yang ia tempati saat ini. Shariz jalan-jalan mengelilingi taman yang sering ia datangi terlebih dahulu sebelum pulang ke apartemennya. Shariz berjalan ke bangku yang sudah tersedia di taman yang berada di bawah naungan pohon. Shariz duduk di di bangku tersebut sambil menonton sebuah drakor 'Vincenzo Cassano'.
Bukan berarti karena Shariz seorang cowo berarti Shariz tidak suka drama-drama. Tetapi tidak semua drakor juga di minati oleh Shariz, tetapi hanya drama yang bagi ia menantang seperti entang psycho, mafia, dan lain sebagainya. Shariz menikmati drama yang sedang ia tonton. Shariz tertawa kecil ketika melihat wajah sang hakim yang bengkak akibat sengatan lebah raksasa yang sengaja di bawa oleh dua warga dari plaza geumga. Shariz menonton drama tersebut sampai akhir episodenya di taman. Setelah selesai, Shariz pergi untuk pulang ke apartemennya. Shariz melewati setiap bangunan-bangunan yang ada di pinggir jalanan. Jalanan kini terlihat sepi, Shariz terus berjalan lurus menikmati jalanan yang sangat lenggang di sore hari ini. Ketika di persimpangan, karena Shariz sangat menikmati perjalanannya sampai tidak terlihat ada orang lain juga yang sedang naik sepeda dari arah lain.
Brug...
Shariz dan seorang perempuan yang memakai kerudung hijau army yang menutupi bagian dadanya dengan baju gamis yang sama melekat di tubuhnya itu sama-sama jatuh karena saling menghindari dari tabrakan.