Terdampar

Bla
Chapter #20

Desa Terkutuk

Angin menderu deras - seperti tangisan seseorang yang tersiksa. Itu meniup ke arahku dan mendinginkan ujung tulangku; pakaianku sangat minim dan ini adalah malam yang mampu membuatku membeku. Kenapa pula aku tidak meminta diberikan jaket atau semacamnya?

Oh, benar. Sepertinya mereka tidak punya.

Aku mendongak ke atas, menatap bulan berkilau mengangkat langit dan jumlah bintang yang luar biasa berubah menjadi warna putih yang sangat cerah. Dalam kesunyian tengah malam, tiba-tiba burung-burung terbang menjulang ke langit hitam, membuat jantungku nyaris melompat keluar dari tubuhku.

Ini bukan yang kuharapkan. Malam yang dingin…suara burung-burung yang menyeramkan…desa terkutuk…

Pandanganku teralihkan ke pondok-pondok kecil di tepi pantai, terlihat tak terurus. Aku bisa merasakan kehadiran jahat di dalamnya, membuatku merinding. Aku jadi bertanya-tanya apakah…desa ini adalah desa berhantu yang tak berjiwa?

Wah, kalau memang benar berarti desa ini tidak hanyalah terkutuk namun juga berhantu! Kepala suku benar-benar mengerjaiku, apakah aku tidak bisa membuatkannya timpani yang baru? Mengapa pula harus yang terletak di desa menyeramkan seperti ini?

Tidakkah dia mengkhawatirkan keselamatanku? Dasar pak tua, awas saja jika aku kembali dengan selamat….

Aku berjalan secara perlahan menuju pondok paling besar di antara yang lain.

Dengan hati-hati aku berjalan menyusuri pantai, pergelangan kakiku digelitik oleh pasir putih yang telah menembus bebatuan. Dari satu jendela bersinar cahaya keemasan yang mulia, yang biasanya membuatku ingin berada di dalam. Cahaya ini berbeda, seperti mercusuar kuning dari bahaya.

Oh, yang benar saja, pondok itu bukan tipe rumah berhantu Scooby-Doo yang ditinggalkan, itu kecil, bertingkat dan diapit di antara dua pondok yang lebih kecil dan lebih tidak terurus.

Aku jadi semakin bertanya-tanya, apa yang telah terjadi pada desa ini?

Kepala suku mengatakan bahwa desa ini terkena kutukan dan menelan banyak jiwa, namun mengapa? Aku tidak percaya pada kutukan, tidak ada hal macam begitu.

Pasti ada penjelasan. Apa mungkin wabah penyakit adalah penyebabnya? Namun karena tenaga medis di sini masih sangat tradisional, sehingga mereka menganggapnya sebagai kutukan? Karena tidak mampu menemukan obatnya? Begitukah?

Lumut yang tumbuh menutupi pintu seolah-olah itu memperingatkanku, tetapi kesepakatan adalah kesepakatan jadi aku menarik napas dalam-dalam, memutuskan untuk masuk saja.

Lihat selengkapnya