Terdampar

Bla
Chapter #23

Dilema

Akolo melingkarkan lengannya ke tubuhku dan aku mendekat ke arahnya. Sentuhan lembut dan lembut lengannya di leherku membuat punggungku geli. Kami duduk di padang rumput, di bawah langit malam, jauh dari kerumunan, sambil memandang semua bintang dan berusaha mencari rasi bintang. Kami tidak berbicara karena dengan cara kami sendiri, kami sudah berkomunikasi.

Pertemuan kami merupakan awal yang biasa, sesuatu yang akan dilupakan seandainya itu bukan dia. Tapi ketika dia menjabat tanganku dan aku bertemu dengan mata yang mencolok itu, aku tahu sebelum aku mengambil napas berikutnya bahwa dialah yang bisa aku habiskan seumur hidupku mencari tetapi tidak pernah menemukan lagi. Dia tampak baik, terlihat sempurna.

Dia memperkenalkanku pada dunia baru, membuatku tersadar bahwa ada begitu banyak keindahan dalam dunia ini.

Bersama Akolo, aku merasakan perasaan yang berbeda, dan aku merasa telah mengenalinya seumur hidupku.

Perasaan ini sangat aneh; itu membentang di seluruh tubuhku. Ini luar biasa, namun membuat diriku merasa lengkap. Rasanya seolah-olah aku berada dalam api yang berbahaya, namun aku benar-benar aman pada saat yang sama. Rasanya seseorang memberiku kedamaian. Rasanya hatiku menari-nari di sekitar dadaku; dan sebuah lubang, aku tidak pernah sadar ada di sana, telah diisi. Aku merasa sangat ringan, seperti aku berada di puncak dunia namun hati aku menyempit dan rasanya tidak ada oksigen di paru-paruku.

Sungguh aneh - bahkan menakutkan - bagaimana dia bisa berubah dari hanyalah sesosok orang asing, lalu aku menjadi benar-benar tergila-gila oleh dirinya dan bertanya-tanya bagaimana mungkin aku bisa hidup tanpa dirinya, karena aku benar-benar tidak bisa membayangkan hidup tanpa dia sekarang.

Aku tahu kami baru saling kenal, dan kebanyakan orang akan menganggap aku bodoh dan naif, tetapi itu benar ketika aku mengatakan bahwa aku mencintainya lebih daripada aku mencintai diri sendiri. Dia adalah teman terbaikku dan dia adalah matahariku, yang memberikan secercah cahaya dalam hidupku.

Ah payah, aku menjadi melankolis seperti ini karena sudah melajang sejak embrio. Sekarang, saat aku akhirnya menemukan pria yang sempurna….aku malah tidak bisa memilikinya.

Padahal, aku sangat menikmati momen-momen bersamanya.

Dimulai dari setelah pesta itu, kami bertemu pada hari berikutnya, dan hari setelah itu, dan kami segera menjadi tak terpisahkan.

Karena aku masih baru di sini, kami menghabiskan hari-hari kami melakukan hal-hal yang benar-benar baru bagiku. Dia mengajariku cara memancing ikan dan membawaku menjelajahi hutan-hutan di sekitar desa.

Kami juga mengendarai sampan di sebuah danau dan menyaksikan keindahan alam di sore hari.

Kami juga sempat menari bersama di bawah rintik hujan, menikmati tiap detik bersama.

"Kamu mau menari bersamaku? " tanyanya saat itu.

“Tentu. Sekarang?" tanyaku.

Akolo menganggukkan kepalanya dengan penuh semangat "Mmm Hmm".

"Kamu tidak seharusnya menari di bawah air hujan,” ujarku.

"Kamu seharusnya menari di bawah air hujan," ujarnya sambil tertawa.

 "Ya, tapi tidak ada musik,” keluhku, merindukan musik indah yang dimainkan di pesta kemarin.

"Baiklah, aku akan membuatnya ... Bum bum bum bum bum bum ..." Akolo mulai menyanyi secara asal lalu tertawa lagi.

"Kamu penyanyi yang buruk,” seruku sambil tenggelam dalam pelukannya yang hangat.

“Aku tahu," ujarnya bangga.

"Dan aku suka lagu ini,” biskku dalam dekapannya.

Ah, sangat menyenangkan sekali.

Sekarang, aku berada di bawah langit penuh bintang bersamanya, merasa tentram.

Dia menunduk untuk mengecup keningku lalu berbisik. “Apa yang ingin kau lakukan sekarang?”

Lihat selengkapnya