Terdampar

Bla
Chapter #30

Api dan Es

“Apa kau sudah mendapatkan Tongkat Magna?” tanyanya antusias, mengabaikan kondisiku yang kelelahan.

Kemarahan berdenyut dalam diriku secara otomatis, sebuah reaksi naluriah terhadap dirinya yang cuek.

“Ya, tapi saya juga bertemu dengan seseorang bernama Sanjaya.”

“Oh, terus?” tanyanya acuh tak acuh.

“Dia mengatakan sesuatu yang sangat mengejutkan.” Aku masih berusaha meredam amarahku yang nyaris meledak.

“Oh, yah bisa dibicarakan nanti. Mana to-”

“Apa maksudnya dengan Anda mensabotase kapal King? Apa tujuan Anda?!” bentakku kesal.

Wajahnya memerah. Aku langsung merasa mengerikan untuk membentaknya seperti itu. Seumur-umur aku jarang sekali marah, dan kali ini aku benar-benar lepas kendali. Aku menghela napas dalam-dalam dan berusaha membuat nadaku terdengar lebih ramah.

“Tolong jelaskan, apa yang sebenarnya terjadi di sini. Mengapa Sanjaya, teknisi kapal King, mengatakan Anda mensabotase kapal King?”

“Yah, apa pun yang dia bilang itu tidak penting. Yang penting sekarang adalah menyelamatkan kekasihmu, bukan? Dan teori saya mengenai adanya obat di dalam kuil itu masuk akal, bukan? Kenapa kau tidak memikirkan itu saja sekarang?”

Pandanganku menjadi dingin. “Teori? Berarti Anda tidak yakin adanya obat di dalam kuil itu? Namun Anda tahu mengenai Tongkat Magna, bahkan sampai hafal letaknya?”

Dia tergagap, tetapi tidak berhasil dengan jelas.

“Bukankah Anda menghabiskan waktu bertahun-tahun mempelajari pulau ini? Apa jangan-jangan..?”

“Memang betul, saya telah bertahun-tahun mempelajari pulau ini,” dia mendengus, dengan anggukan.

“Lalu?” desakku.

Dia berjuang untuk menenangkan diri sebelum menjawab. "Ya," katanya dengan suara tidak meyakinkan. “Ya, sudah menjadi pekerjaan saya meneliti pulau ini.”

“Jangan berbohong lagi pada saya, Prof. Saya sudah tahu bahwa Anda mempermainkan saya selama ini. Sebaiknya Anda berkata jujur sekarang,” ancamku sambil menyembunyikan Tongkat Magna di balik punggungku.

Aku berniat mengancam tidak akan memberikannya tongkat tersebut hingga dia mampu berkata jujur padaku.

“Mikha…” ujarnya. Dia menatapku dengan tatapan layu.

“Saya tidak akan memberikan tongkat ini sampai Anda memberitahu saya yang sebenarnya.”

Lihat selengkapnya