Setelah menarik rok Jian di depan umum beberapa waktu lalu, apakah Lila akan berhenti melakukan hal-hal gila lain untuk mempermalukan dan menyusahkan Jian? Tentu saja tidak.
Insiden penarikan rok itu telah menimbulkan rasa malu yang luar biasa bagi Jian. Ia masih bisa mengingat dengan jelas tawa mengejek dari Lila, kroninya, dan murid lain yang lewat saat roknya terlepas, memperlihatkan pakaian dalamnya di hadapan semua orang.
Namun, bukannya merasa bersalah, Lila justru merasa puas dan bersemangat untuk melanjutkan aksi perundungannya.
Saat satu per satu rencana jahat telah berhasil dilakukan, seseorang akan terus menerus melakukannya karena ia merasa rencananya akan berhasil lagi.
Hal ini berlaku untuk Lila. Setiap kali ia berhasil menyakiti atau mempermalukan Jian, rasa percaya dirinya sebagai perundung semakin meningkat. Ia merasa tidak terkalahkan, seolah-olah tidak ada yang bisa menghentikannya.
Suatu hari, ketika jam istirahat hampir berakhir, sebuah ide jahil lainnya terbesit di pikiran Lila. Ia sedang berjalan di koridor sekolah ketika melihat seekor kucing oranye yang kebetulan lewat di depan kelas. Mata Lila langsung berbinar, melihat kesempatan emas untuk melancarkan aksi jahatnya yang baru.
Dengan cepat, Lila menangkap kucing oranye tersebut. Kucing itu meronta-ronta dalam pelukannya, tapi Lila tetap memegangnya erat. Ia akan menggunakan kesempatan itu untuk memasukkannya ke dalam tas Jian yang terbuka. Lila tahu bahwa Jian selalu meninggalkan tasnya di kelas saat istirahat, memberikan kesempatan sempurna untuk melaksanakan rencananya.
Saat Lila berjalan menuju kelas dengan menggendong kucing, ia berpapasan dengan Mawar, salah satu sirkelnya.
"Lil? Ngapain kamu bawa-bawa kucing?" tanya Mawar, matanya memandang heran pada kucing oranye dalam pelukan Lila.
Lila tersenyum nakal, merasa bangga dengan ide jahilnya. "Mau ngerjain si Jian. Tau, lah," jawabnya dengan nada puas.
Mawar terlihat ragu-ragu dengan rencana satu ini seolah dia tidak terlibat dengan kejadian saat rok Jian ditarik beberapa hari yang lalu. Ia tahu bahwa Lila sering mengganggu Jian, tapi ia tidak pernah berani untuk menghentikannya.
"Bener-bener kamu, ya. Udah sering banget kamu gangguin dia, nggak kasian?" ujar Mawar sambil ketawa kecil tanpa rasa bersalah.
"Udah kamu sana, minggir. Biar aku aja," tambah Lila, seolah-olah ia sedang melakukan hal yang berjasa. Ia mendorong Mawar ke samping dengan bahunya, tidak ingin ada yang menghalangi rencananya.
Mawar hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah Lila. Ia memilih untuk berlalu, tidak ingin terlibat dalam rencana jahat temannya itu untuk kali ini.
Kebetulan kelas juga sedang kosong karena murid-murid sedang istirahat di luar kelas. Lila merasa ini adalah kesempatan sempurna untuk melakukan aksinya. Dengan hati-hati, ia masuk ke dalam kelas dan mendekati tas Jian yang tergeletak di atas meja.
Lila membuka resleting tas Jian lebih lebar dan mulai memasukkan kucing ke dalamnya. Kucing itu mengeong pelan, tampak ketakutan dan bingung. Tapi Lila tidak peduli. Ia malah tersenyum lebar, membayangkan reaksi Jian saat membuka tasnya nanti dan menemukan seekor kucing di dalamnya.
"Nah, masuk kamu ke sini," bisik Lila pada si kucing. "Bikin kaget si Jian, ya, cing."
Namun, tepat ketika Lila hendak menutup kembali tas Jian, sebuah suara mengejutkannya.
"Eh!"
Lila terkesiap mendengar suara yang datang tiba-tiba dari sampingnya. Ia menoleh dengan cepat dan mendapati Jian berdiri di ambang pintu kelas dengan wajah marah. Kucing oranye yang tadi dipegang Lila sudah di dalam tas Jian dan Lila sudah setengah menutup resleting tasnya.
"Kamu ngapain, hah?!" Jian yang marah melihat aksi Lila dengan kasar menepis tangan Lila dari tasnya. Dengan cepat, ia membuka tasnya lebar-lebar dan mengeluarkan kucing malang tersebut. Tentu saja kucing itu langsung melompat keluar dan berlari keluar kelas, meninggalkan Lila dan Jian berhadapan dengan ketegangan yang semakin memuncak.
"Apa, sih?!" protes Lila seolah dialah yang menjadi korban. Ia memasang wajah tersakiti, seolah-olah Jian yang telah melakukan kesalahan dengan mengganggu aksinya.
"Maksud kamu apa 'apa sih apa sih', hah? Kamu ngapain masukin kucing ke dalem tas aku?" Jian menatap Lila dengan tajam. Matanya menyiratkan kemarahan yang sudah lama terpendam.
Lila tidak ingin kalah. Ia balas menatap Jian dengan tatapan menantang. "Ya, kamu, ngapain kasar sama aku, hah?!"
Mental perundung yang suka playing victim memang beda, ya. Lila dengan mudahnya membalikkan situasi, seolah-olah ia adalah pihak yang dirugikan dalam kejadian ini.
"Lah, kamu yang ngapain mainin tas orang?! Nggak sopan!" balas Jian dengan nada tinggi. Kali ini, ia tidak ingin mundur atau diam saja seperti biasanya.