JOVAN

Giovanna K. A.
Chapter #19

— Melepaskan

Tidak terasa, tahun pertamaku di SMA akan berakhir dalam hitungan minggu. Hanya beberapa bulan tersisa yang bisa dihitung oleh jari, namun rasanya baru kemarin aku menginjakkan kaki di gerbang sekolah ini untuk pertama kalinya. 

Begitu banyak yang telah terjadi selama setahun ini—pengalaman-pengalaman berkesan yang akan selalu aku ingat.

Acara camping waktu itu akan menjadi salah satu momen tidak terlupakan. 

Suasana pohon-pohon sekolah yang dihembus angin sejuk, api unggun yang menari-nari di malam hari, dan cerita-cerita seram yang dibagikan teman-teman sekelompok satu tendaku membangun ikatan di antara kami. 

Namun, tidak disangka acara tersebut berujung heboh saat beberapa siswa mengalami kesurupan. Jeritan dan tangisan memecah keheningan malam, menciptakan kepanikan massal. Para guru dan panitia kewalahan menangani situasi, sementara kami yang tidak terkena hanya bisa menyaksikan. 

Setelah empat tahun vakum, pentas seni akhirnya kembali digelar di sekolah. Antusiasme membuncah di kalangan siswa, termasuk aku dan teman-temanku. 

Ada juga sosok Kak Rehan menjadi penyemangat tersendiri bagiku. Kakak kelas favoritku yang satu ini selalu menyempatkan diri menyapaku saat jam kosong, mengajakku mengobrol ringan. 

Seperti biasa, saat aku duduk sendirian di depan kelas di jam kelas kosong, dia berkunjung.

"Gimana PENSI kemarin? Seru?" tanya Kak Rehan, duduk di sebelahku.

"Seru banget, Kak," anggukku antusias. "Temen-temenku yang waktu itu pas camping rencananya mau ikut tampil juga tahun depan."

"Wih, mau tampil apa?" tanyanya, terlihat tertarik.

"Dance cover," jawabku singkat.

"Asek, mau nge-dance lagu K-Pop, ya?" tebaknya tepat sasaran.

Aku tersenyum mengiyakan, "Tau aja."

"Oke, deh," angguknya. "Gue nontonin, walau pun setelah gue lulus juga. Semangat, ya!"

Perbincangan singkat namun hangat seperti ini selalu berhasil mencerahkan hariku. Kak Rehan bukan hanya sekedar kakak kelas, tapi juga sosok kakak dan teman curhat yang pengertian. 

Dia bisa memahami dan merelasikan diri dengan masalah-masalah yang kuhadapi, terutama terkait masalah keluargaku. Entah mengapa, aku merasa nyaman berbagi cerita dengannya.

X

Tidak terasa juga, masa-masa kelas 12 akan segera berakhir. Kenyataan bahwa Kak Rehan dan teman-teman seangkatannya akan lulus membuat hatiku sedikit mencelos. 

Tidak akan ada lagi sapaan, tidak akan ada lagi obrolan ringan setiap hari, tidak akan ada lagi sosok yang bisa kuajak berbagi keluh kesah dengan pengertian mendalam seperti dia.

Seiring berkurangnya waktunya pertemuan, chatting menjadi penghubung kami. Kak Rehan sering mengirimkan pesan, mencurahkan kesibukan dan kepenatannya dalam mempersiapkan ujian.

Kak Rehan: Soal UTBK kok susah banget sih anjirrr

Kak Rehan: Mana gue nggak pinter emteka hedeeh 

Kak Rehan: Kacau

Aku hanya bisa tersenyum geli membaca keluhan-keluhannya. Namun di balik itu, aku bisa merasakan tekanan yang dia hadapi. UTBK bukanlah ujian yang mudah, apalagi bagi mereka yang memiliki target perguruan tinggi favorit.

Di tengah kesibukannya, Kak Rehan masih menyempatkan diri untuk menyemangatiku.

Kak Rehan: Lu semangat ulangannya ya cil 

Kak Rehan: Biar naek kelas 

Kak Rehan: 😆

Jovan: Iyeeeeee 

Jovan: Siaaap laksanakan 

Jovan: Semangatin terus yak

Kak Rehan: Pasti 😁

Namun seiring berjalannya waktu, frekuensi chat dari Kak Rehan mulai berkurang. Jeda waktu antara pesanku dan balasannya semakin lama. Awalnya aku berpikir mungkin dia sibuk belajar untuk UTBK. Tapi kekhawatiran mulai menghinggapiku saat dia tidak membalas pesanku selama lebih dari dua jam, bahkan tidak membacanya.

Jovan: Kaaaak 

Lihat selengkapnya