Saat setelah tiba di rumahnya, Lastri langsung masuk dan duduk dengan napas yang tidak teratur lagi. Pikirannya mulai dihantui oleh ucapan dan tingkah lelaki nakal saat dia mau pulang.
"Kenapa aku jadi setakut ini? Apakah aku benar-benar sudah trauma dengan yang namanya laki-laki?" Bathin Lastri.
Lastri mulai lega. Dia membawa ikatan uang hasil dagangannya dan buru-buru masuk ke kamarnya. Saat sebelum mata terpejam, Lastri masih melamunkan nasipnya yang hidup sebatang kara. Air matanya tidak bisa dibendung mengingat Ibu yang dia sayangi harus meninggalkan dirinya untuk selamanya.
"Hah..aku tidak boleh larut dalam lamunan seperti ini. Aku sudah tidak ada pilihan lagi, selain harus berjuang sendiri menyambung hidupku," ucap Lestari.
Ikatan uang yang sudah dia hitung, sengaja dia simpan di dalam lemari. Rasa lelah yang dia alami, membuat dia ingin segera istirahat sejenak.
******
Lain halnya dengan lelaki yang menggodanya sore hari itu. Lelaki tersebut bernama Komar. Dia merupakan anggota preman yang suka memalak di tempat itu. Selagi Bu Retno masih hidup, dirinya juga sudah mulai menaruh rasa suka dan simpati pada Lastri. Malam itu dia tidak dapat tidur. Dia selalu membayangkan wajah manis dari Lastri dan berharap penuh, bilakah nantinya dia bisa menjadikan Lastri sebagai Istrinya.
Waktu demi waktu dilewati oleh Lastri setiap harinya dengan berdagang es cendol warisan Ibunya. Dia semakin bersemangat dan bahkan yakin dengan dirinya sendiri untuk melalui kehidupannya.
"Cendol manis..! Cendol manis..!' demikian suara Lastri menjajakan dagangannya. Dibawah terik matahari dia lebih semangat tanpa merasakan jatuhnya keringat di dahinya.
Disaat para pelanggan sedang kosong, Lastri duduk dan melihat ke arah seberang jalan. Tanpa disadari, ingatan Lastri kembali membuka lembar hitam yang pernah terjadi pada Ibunya. Lamunan yang tinggi membuat dia tidak sadar dengan adanya dua orang pembeli sedang berdiri depannya.
"Tok...tok..tok...!" Suara gerobak cendolnya di ketuk oleh seorang lelaki yang sudah lama berdiri itu. Sontak Lastri terjaga dari lamunannya dan terkejut sembari melihat kedua lelaki yang ada di hadapannya.
"Ada apa, Pak? Ucap Lastri dengan rasa tidak suka.
"Hei kamu, kamu ini mau jualan apa mau menghayal? Cepat bungkuskan dua gelas cendol! Kami ini sudah sangat haus," jawab seorang dari mereka.
Tanpa menjawab, Lastri langsung bergerak. Dia yang sebenarnya tidak suka melihat lelaki dengan terpaksa dan tidak ada pilihan untuk menjalankan tugasnya. Saat mengambil karet yang jatuh dari tangannya, Lastri begitu terkejut. Kedua bola matanya terbelalak dan melihat tajam pada satu jari buntung dengan tato kala jengking di tangan seorang dari lelaki itu.