"Tahu bulat penyelamat"
-Dara-
Dara menghentakkan kaki nya kesal. Kenapa Mami nya itu harus salah memberi alamat sih?! Dara kan malu! Mau ditaruh dimana muka cantik kece badai nya itu?!
Gadis mungil itu memajukan bibirnya beberapa centi. Mulutnya terkadang berkomat kamit menggerutu kesal. Di bawah sinar matahari yang sedang terik, Dara menyeret koper besar miliknya. Jika dipikir-pikir Dara terlihat seperti orang yang diusir dari rumah. Dengan tampilan yang cukup berantakan dan koper sebagai properti pendukung, Dara terlihat persis seperti diusir.
"TARIK SIS!!!" seorang pengendara motor yang lewat berteriak pada Dara.
"SEMONGKO!" balas Dara. Dara melotot, ia segera saja menutup mulutnya dengan satu tangan.
Dara merutuki dirinya sendiri, masih sempat-sempatnya mulutnya itu menjawab pernyataan tak penting. Sambil terus menyeret kopernya, Dara menatap sekeliling, ia berharap setidaknya ada tempat yang memungkinkannya untuk istirahat sejenak.
Matanya berbinar kala melihat sebuah halte kosong di seberang jalan. Tanpa pikir panjang, Dara langsung menghampiri halte itu dan mendudukkan dirinya. Kaki nya ia biarkan berselonjor ke bawah. Tangannya diangkat keatas untuk sedikit meregangkan otot-otot nya.
Kruukkk...
Perut Dara berbunyi sangat keras, membuat gadis itu meringis malu. Wajar saja, perut Dara belum diisi apa-apa sejak ia berangkat. Dara pikir perjalanannya akan berlangsung cepat dan lancar. Namun nyatanya tidak, semua nya diluar ekspektasi Dara.
'Nasib gue gini amat ya,' ucap Dara dalam hati
Segera saja Dara merogoh kantung celana dan baju nya. Wajahnya berseri kala menemukan dompet berwarna pink di kantung celana miliknya. Dalam beberapa detik senyumnya kembali luntur. Dara hanya menemukan uang sepuluh ribu rupiah. Astaga, seharusnya Dara mendengarkan ucapan Dania untuk membawa uang cash saja ketimbang kartu kredit.
Dara Adaksa merupakan anak tunggal dari Dania. Keinginan Dara selalu dapat Dania penuhi, kecuali waktu. Dania tidak bisa memberikan waktunya untuk Dara. Pekerjaan nya mengharuskan Dania untuk menghabiskan seluruh waktunya.
Sudah empat tahun Dara dan Dania tinggal di Jerman, dan Dara selalu tinggal sendirian di rumah. Akhirnya Dara memberanikan diri untuk tinggal terpisah dengan ibunya. Walau pada dasarnya, Dara memang tidak pernah benar-benar tinggal bersama dengan Dania.
Dara memilih untuk kembali ke negara kelahirannya. Banyak kenangan pahit memang, Dania juga sudah mengingatkannya. Tapi Dara tidak bisa terus-terusan lari dari masalahnya kan? Suatu saat, ia juga akan menghadapi masalahnya itu, cepat ataupun lambat.
Dara mengelus perutnya, raut wajahnya terlihat muram. Kalau boleh jujur, Dara sangat lelah sekarang. Apa yang ada dalam pikiran nya hingga ingin berangkat sendirian? Egonya terlalu tinggi hingga menolak ajakan Dania untuk pergi bersamanya.
Tahu bulat, digoreng, di mobil, dina ketel dadakan
Suara mobil penjual tahu bulat mengalihkan perhatian Dara. Gadis itu menatap tahu yang sedang digoreng oleh si penjual dengan tatapan berbinar. Cacing-cacing dalam perut nya kembali memberontak.
Tapi tunggu, ia hanya memegang uang sepuluh ribu saja. Bukan apa-apa, Dara saja belum tahu dimana alamat rumah yang ia tuju sebenarnya. Kalau alamatnya jauh gimana? Mau tak mau ia harus naik kendaraan kan? Dan itu semua pasti mengeluarkan uang.
Kruukkk ...
'Masa bodoh! Perut nomor satu!'
Dara segera berlari menghampiri penjual tahu bulat itu. Niatnya ia hanya akan memakai setengah dari uang cash yang ia punya. Namun otak tak sejalan dengan mulut, Dara malah menjajankan semua uang yang ia pegang.
Dua kresek berisi tahu bulat sudah berada di tangan Dara. Senyum Dara tidak pudar karena tahu bulat itu. Detik itu Dara menyadari, bahwa memang kebahagiaan bisa se-simple itu.