"Peduli bukan berarti jatuh hati"
-Juan-
Setelah pulang dari bandara, Juan memutuskan untuk membersihkan tubuhnya dan beristirahat. Kehadiran Dara dalam pikirannya cukup mengganggu ketenangan Juan. Yah, walau bagaimanapun Juan tetaplah manusia yang memiliki hati.
Setelah selesai mengganti baju nya, Juan langsung turun dan menuju ruang keluarga. Ia menyalakan televisi dan mulai fokus pada tayangan dari layar tipis itu. Walau terlihat serius dengan film yang ada di tv, tapi pikiran Juan masih saja terusik dengan Dara.
Ia takut Dara kenapa-napa. Bukan, ia bukan khawatir pada gadis itu, tapi ia khawatir dengan dirinya sendiri. Bagaimana jika ibu negara tahu apa yang sudah ia perbuat, Juan tak yakin kepalanya ini akan tetap menyatu dengan badannya.
Ceklek ...
Suara pintu terbuka membuat Juan dengan cepat menoleh ke arah sumber suara. Melihat Bi Siti yang memasuki rumah, Juan menghela nafasnya kasar. Pantas saja, tadi Dara tidak masuk kedalam rumah nya, rupanya Bi Siti sedang tidak ada di rumah tadi.
Mulut Juan gatal, ia ingin bertanya tentang Dara pada Bi Siti. Ia yakin asisten rumah tangga nya itu pasti sudah mendapat banyak informasi dari mama nya.
"Emm, Bi–"
"Den, tadi ada Non Dara datang tidak?" belum sempat Juan bertanya, Bi Siti sudah melempar pertanyaan lebih dulu pada Juan.
Juan menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal sama sekali. Juan bingung harus memberikan jawaban apa pada Bi Siti.
"Dara? Dara siapa? Emang nya kenapa Bi?" Tanya Juan balik. Juan ini memang ahli membolak-balik pertanyaan, hingga membuat lawan bicaranya kalah telak.
"Dara itu tamu yang tadi pagi Nyonya bicarakan. Nyonya pesan, katanya Non Dara bakal dateng hari ini, tapi saya belum lihat toh Den. Aden ada lihat?"
Juan mematung, otaknya berpikir keras, jawaban apa yang akan ia berikan, "Oh gitu, Juan-- itu-- Juan ke atas duluan ya Bi, mau istirahat," ucap Juan lalu segera berlari ke atas.
"Eh, anu Den."
Perasaan Juan ketar-ketir. Ia akhirnya menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Bi Siti, "Kenapa Bi?"
"Itu loh, Aden mau makan apa untuk nanti malam? Biar Bibi siapkan dari sekarang."
Juan mengusap dada nya dan menghembuskan nafas lega. "Juan mau cumi goreng yang kemarin aja Bi."
Bi Siti mengangguk lalu berlalu ke dapur. Juan masih setia dengan posisinya sambil terus mengelus dada nya.
'Gila! Gue jadi kayak maling anjir!'
Juan segera pergi ke kamarnya. Ia membanting tubuhnya ke atas kasur empuk berukuran king size miliknya. Selama beberapa menit, Juan tenggelam dalam lamunannya. Ia menatap langit-langit kamarnya sambil memikirkan banyak hal dalam kepala nya.
Juan menghela nafasnya berat. Juan rindu masa kecilnya, dimana ia dan Juna bermain bersama atau masuk ke kamar Ajun hanya untuk mengganggu aktivitas sang kakak. Juan merindukan piknik bersama keluarganya walau hanya di taman belakang rumah. Juan rindu bermain bersama Papa dan kedua saudaranya. Ia juga rindu bermanja ria dengan Aluna.
Lagi-lagi Juan menghela nafasnya. Lelaki itu kemudian menolehkan kepala nya ke sebelah kanan, menatap ke arah jendela. Seketika Juan langsung bangkit dari posisinya. Di luar sedang hujan!
Yaampun kenapa ia masih memikirkan gadis lusuh itu sih? Dara ya? Juan pikir tak ada yang spesial dari gadis itu.