Jika sore mendatangkan senja,
Maka hujan mungkin membawa pelangi
Kalau bahagiamu hari ini bukan sesuatu yang pasti,
Yakinlah ada kebahagian yang lebih indah dari yang kau nanti saat ini.
《÷💘_💘÷》
"Juanna." Seseorang memanggil dan menepuk pundakku dari belakang. Membuatku menoleh seketika dan itu ternyata Alaska.
"Gimana, kalau kita balapannya sekarang aja. Starnya di sekolah dan garis finisnya di rumah masing-masing. Nanti yang sampai di rumah duluan, harus vidio call, dan buktiin kalau emang betul-betul udah sampai." Ucap Alaska. Membuatku berpikir beberapa saat.
"Oke. Tapi gue pake mobil aja ya. Gue cuma bisa nyetir mobil. Lagian, yang gue bawa ke sekolahnya juga mobil, bukan motor." Sahutku.
"Iya."
"Tapi gue kan belum punya nomor lo?" Tanya aku lebih tepatnya sebuah pernyataan.
"Tenang aja. Kan ada grup kelas. Cari aja nama gue." Jawabnya mengingatkanku.
Lalu berjalan menuju parkiran mobil di sekolah dan masuk ke dalamnya. Sementara Alaska sendiri sudah siap dengan motor dan helmnya di parkiran motor yang berhadapan dengan parkiran mobil.
Aku segera memutar kunci mobil. Lalu menancapkan gas dan memutar setir itu. Tidak ada yang aku pikirkan untuk saat ini. Yang ada hanya tekad untuk sampai di rumah lebih dulu daripada dan sebelum Alaska.
"Pokoknya, gue harus menang!"
"Gue harus bisa main basket!"
"Biar si Ronal gak songong lagi."
Hingga pikiranku tertuju kepada Alaska saat di kelas tadi pagi.
"Dia pinter juga ternyata."
"Apa gue belajar itu juga sama dia?"
"Ah. Tapi jangan deh. Nanti ketauan, kalau gue selama ini pinternya cuma bohongan."
"Lagian, gengsi juga gue sama dia."
Aku kembali bertanya-tanya dan berbicara dengan diriku. Lalu kembali fokus menyetir dan mengendarai mobil. Hingga aku akhirnya sampai di rumahku sendiri.
"Alaska belum vidio call ya. Kayanya dia belum nyampe deh." Aku segera mengeluarkan handphone dari saku celanaku. Lalu mencari nomor handphonennya di grup kelas. Dan menekan tombol vidio call.
Hingga layar yang awalnya berwarna hitam dengan gambar berbentuk telepon genggam itu menghilang dan berganti dengan wajah Alaska yang masih berada di jalanan. Kemungkinan dia sedang memberhentikan motornya, demi mengangkat vidio call dariku.
"Alaska. Liat gue! udah nyampe duluan." Ucapku lalu memperlihatkan apartemen mewahku dan halaman apartemen yang luas. Juga motorku yang sudah berada di garasi.
"Ouh."
"Ko ouh aja. Pokonya, lo harus mau ajarin gue main basket. Gue kan udah kalahin lo." Seruku penuh kebanggaan.
"Iya-iya. Lagian gue gak akan kalah kalau bensin motor gue nggak habis." Balas Alaska dari tempat yang berbeda. Terlihat dia mendorong pelan motornya. Aku pun terkekeh pelan.
"Makanya, punya motor ninja itu di urusin. Pake segala lupa isi bensin. "
"Gue kira, lo berhenti dan angkat vidio call gue, karena gue yang nyampe duluan dan lo mau gak mau harus berhentiin motor dulu. Ternyata, mogok di jalan ya." Umpatku, lalu kembali tertawa renyah melihat raut wajahnya yang seketika berubah kusut.
"Yeh, udah ah. Gue capek nih, dorong motor. Gue matiin." Teriak Alaska dengan bibir mengerucut.