Senandung rindu yang tak tersampaikan mengalun indah dari lubuk hati yang paling dalam. Sesibuk apapun gue sekarang, hati gue tetep susah diajak kerja sama buat lupain kang Asep.
Sekarang yang gue bisa lakukan hanyalah menangisi semuanya. Ternyata gue gak sekuat yang dibayangkan. Gue bercermin, melihat sosok menyedihkan di sana. Mata gue udah kayak pendul pete, lingkaran hitam seolah-olah gue ini masih sepupuan sama panda. Bibir juga nih jadi merah kayak abis ngemil sirih. Ah gue jadi sebel banget sama diri gue sendiri yang gak bisa lupain dia.
Tok.Tok.Tok.
“Leha, Nyak boleh masuk?”
Terdengar suara lembut enyak dari luar sana. Gue gak mau enyak ngeliat kondisi gue yang lagi kayak gini. Kacamata hitam adalah solusi. Gue ambil dan gerak cepat pake kacamata. Gue membukakan pintu dengan kacamata yang bertengger di hidung.
“Masuk, Nyak.”
Enyak hanya bisa menatap gue penuh keprihatinan. Gue bisa menangkap itu dari mata yang sayup itu.
“Leha gak apa-apa kok, Nyak.”
Senyum palsu tesungging dari bibir gue. Enyak menarik tubuh lunglai ini ke dalam pelukannya, pelukan yang sedari tadi gue rindukan. Pelukan yang gue butuhkan untuk sekadar meluapkan emosi dan akhirnya gue menangis sesenggukan kayak anak kecil yang kehilangan balonnya. Sore itu hanya ada gue, enyak dan senja yang menyaksikan dua insan berlara hati.
**
Minggu pagi hanya gue habiskan untuk meratapi dan merindukan yang tidak ada. Padahal perlahan gue udah bisa lupain dia. Tapi ah memang gue nya aja yang masih melempem. Coba aja gue gak iseng lihat-lihat instagram dia. Emang kepo itu kadang membawa bencana ya.
“Assalamualaykum.”
Salam seorang pria mengagetkan gue. Pria berkacamata tipis dengan senyum berlesung pipi, setelan jas dan sepatu pantopel menghiasi penampilannya. Siapa coba ini orang rapi bener. Dandanannya kayak petugas KUA.
“Walaykumsalam. Maaf cari siapa ya?”
Gue bertanya sambil memerhatikan sosok yang berdiri saat ini. Dia mendekat dan tersenyum.
“Teteh lupa sama saya? Saya Randi, Teh. Anak SMA tempat Teteh ngajar paskibra dulu.”
Masih dengan senyum dia menjabarkan siapa dirinya. Gue bengong gak bisa ngeluarin kata-kata apapun. Yang pertama adalah mau apa dia ke sini? Dan dia tahu rumah gue dari mana?
“Masuk, Dek.”
Aduh pikiran gue kacau balau. Kenapa ini anak datang tiba-tiba? Di saat kondisi gue lagi porak poranda.