“Uh!” desah Viona kesal sambil membanting pensilnya dengan keras. Dia menatap putus asa ke arah setumpuk tugas Matematika yang diberikan gurunya sebagai “oleh-oleh” liburan. Andai saja enggak ada Matematika di dunia ini, mungkin hidupku tak akan diganggu angka-angka ruwet, ya, batinnya berandai-andai.
“Bagaimana tugasnya, Sayang? Sudah selesai?” Mama tiba-tiba datang.
“Belum, nih, Ma. Susah banget!” keluh Viona. “Andai saja enggak ada Matematika, mungkin Vio enggak perlu susah-susah berurusan sama angka-angka kali, ya,” sambung Viona.
“Eh, kamu enggak boleh begitu, Vio. Apa yang kamu pelajari di sekolah, pasti ada gunanya untuk masa depan kamu,” nasihat Mama.
“Masa, sih, Ma?” tanya Viona.
“Iya, dong. Untuk menghitung benda yang tidak kamu ketahui jumlahnya, kan, kamu harus menggunakan matematika, Sayang,” jawab Mama. “Selain itu, bla bla bla ....”
Selanjutnya, Mama menjelaskan panjang lebar. Namun, Viona malah tidur gara-gara bosan mendengar penjelasan Mama. Ah, dasar Viona!
***
“Hoahm ....” Viona menguap sambil meregangkan otot-otot tangannya. Lho, kok ... Viona menatap bingung kertas origami berbentuk pesawat dengan tulisan “RAJIN BELAJAR, YA, VIO ;)” di genggaman tangannya.
Pasti dari Mama, pikir Viona. Dia menyandarkan diri di kursi meja belajarnya lagi sambil menikmati angin sepoi-sepoi yang masuk dari jendela kamar. “Aku sudah dinasihati agar tidak membenci Matematika, tetapi aku masih ingin pelajaran itu tidak ada di dunia,” gumam Viona.
“Hai!” Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang asing.
Viona menoleh. “Di mana kamu?!” ujarnya karena tidak melihat sumber suara.
“Dor!” Seseorang yang bersayap dan berkilau muncul di depan hidung Viona.
“Eh?” Viona kaget. Setahunya, peri itu hanya ada di cerita dongeng. Namun ..., “Kamu siapa?”
“Aku Sassy dari Fairy Empire,” kata Sassy sambil terbang mengelilingi kamar Viona. “Aku dengar, kamu ingin Matematika menghilang dari dunia ini. Benar, kan?” tanya Sassy.
“Iya,” angguk Viona. “Memangnya kenapa, Sassy?”
“Aku memang tidak bisa mengabulkan permintaanmu,” Sassy melihat kekecewaan di wajah Viona. “Namun, aku bisa membawamu berkunjung ke dunia tanpa Matematika.”
Viona langsung semangat. “Benarkah?” tanyanya dengan mata berbinar-binar.
Sassy mengangguk. “Kamu mau?” tanyanya, disambut anggukan Viona. “Nah, satu ... dua ... tiga!” seru Sassy sambil mengayunkan tongkatnya.
***
“Kita sudah sampai. Silakan buka matamu,” kata Sassy kepada Viona.
Viona mengerjap-ngerjapkan matanya. “Kita di mana, Sassy?” tanyanya heran.
Sassy cengar-cengir. “Sebenarnya, kita belum sampai, mmm ...,” Sassy berpikir. “Siapa namamu?”
“Viona,” jawab Viona cepat. Dia terkikik. “Kita bahkan sudah mengobrol dari tadi, tetapi belum berkenalan,” ucapnya.
Sassy tersenyum. “Ya, tidak apa-apa,” katanya ringan. “Jadi, sebenarnya kita belum sampai, Viona. Kita berada di lorong batas antara dunia nyata, dunia peri, dan dunia tanpa Matematika yang kumaksud,” sambung Sassy.
Viona menganggut-anggut. “Kalau begitu, tunggu apa lagi, Sassy? Ayo, kita pergi ke dunia tanpa Matematika itu,” ajaknya riang. “Namun ..., apakah dunia itu tidak ada namanya?”
“Ada. Namanya Without Math Land. Peri-peri di Fairy Empire sering menyebutnya WML,” jawab Sassy.
Viona mengangguk paham. “Ya sudah. Ayo, kita lanjutkan perjalanan menuju ke sana,” ucapnya.
***
Begitu sampai di gerbang Without Math Land, Viona menganga kaget dan merasa agak seram. Bagaimana tidak? Bangunan-bangunan di Without Math Land sangat jelek dan asimetris!