Gadis berambut sebahu itu terus berlari karena seseorang yang berada di belakangnya terus mengejar kearahnya. Langkah kaki gadis itu semakin cepat, tidak peduli dengan kakinya yang perih sebab terjatuh tadi. Rasa sakit itu terabaikan oleh ketakutannya pada seseorang yang masih mengejarnya.
Pandangan gadis itu beredar menelisik bagian kota yang lumayan padat agar dirinya bisa menyelip diantara orang-orang itu. Kakinya mulai berlari lagi karena orang itu tiba-tiba saja sudah dekat.
Melewati kerumunan orang dengan berdesak-desakkan dan saat gadis itu menoleh kebelakangnya, ternyata seseorang itu sudah tidak ada, sepertinya dia lelah.
Gadis itu menyeringai puas saat seseorang itu tidak mengejarnya lagi. Langkah kaki gadis itu mulai melambat dan menjadi berjalan santai menuju tempatnya.
Bruk
Gadis itu terpental karena bertubrukkan dengan dada seorang pria yang berjalan yang berlawanan dengan gadis itu.
"Ishh... sakit bego!"
Pria yang menabrak gadis itu hanya mencengkram ujung kemejanya sendiri dan terlihat panik(?) saat melihat gadis itu yang masih meringis kesakitan.
Gadis itu terbangun dan mengelus bokongnya yang sakit akibat insiden tadi, untung saja tulang bokongnya tidak patah.
Pria itu seperti ingin mengulurkan tangannya dengan bermaksud ingin meminta maaf namun gelagat tangannya tidak jadi terulur. Gadis itu bingung, "tidak bilang maaf?"
Gadis itu mendekati pria itu dengan tatapan anehnya, "Kamu kenapa? Nahan mules?"
Pria yang ada di hadapannya menggeleng dan segera menepis gadis itu lalu berlalu begitu saja, dia berlari dengan cepat sehingga saat gadis itu kembali menolehkan kepalanya ke belakang, pria itu sudah tidak terlihat lagi.
"Aneh." Gumam gadis itu.
Saat gadis itu ingin kembali ke flat house nya, langkah kakinya terhenti lagi karena melihat sebuah buku hijau yang tergeletak di jalan. Gadis itu mengambilnya.
Tanpa melihat-melihat buku itu lagi gadis itu kembali berjalan menuju flat housenya yang jaraknya tidak terlalu jauh lagi dari sini.
"Aku pulang."
Pintu itu terbuka dari dalam, adiknya telah membukakan pintu untuknya. Adiknya menyadongkan tangannya, "uang?"
Gadis yang berstatus menjadi kakaknya itu, memberikan uang selembar berwarna hijau lantas adiknya berdecak lidah. "Mana cukup! Lagi!"
"Nggak!"
Adiknya pun segera menarik tangan kakaknya dengan kasar lalu menutup pintunya. Adiknya itu mendorong kasar kakaknya ke lantai lalu mencengkram kemeja kakaknya, "aku mau minum sekarang. Kasih gue uang, cepet!"
Cengkraman kerahnya semakin erat membuat kakaknya kesulitan bernapas, "ba-ba--baiklah, ini!" Cengkraman di kerahnya perlahan terlepas dan tangan kasar itu beralih mengambil dompet kakaknya itu.
"Cuih, makasih!"