Sembab. Matanya sakit dan juga sedikit membengkak karena berusaha membendung semua rasa sakit sendiri dan berusaha menahan rasa sakit di kepalanya karena teringat akan sesuatu.
Ketika air matanya jatuh dengan bebasnya di wajah Yura begitu dirinya selesai membaca bagian akhir dari diary pria bernama Yunas--pria yang baru saja Yura ketahui tentangnya di dalam buku diary itu-- yang ternyata adalah sahabat Yura sejak kecil. Ya, Yura sudah membaca seluruh tulisan yang hampir memenuhi semua halaman pada sebuah buku bersampul hijau. Namun, Yura sempat stuck karena ada satu halaman yang sudah robek setengah halaman secara vertikal dengan robekkan yang asal membuatnya sempat menduga-duga tentang isi buku--curhatan--pria itu yang membuatnya mengerutkan kening untuk beberapa menit.
Matanya juga merah, mengharuskannya membuka mata lebar-lebar untuk bisa memahami tulisan pria itu yang berbeda disetiap halaman membuatnya harus mengikis jarak yang lumayan dekat dengan buku itu. Matanya sudah terasa panas, begitupula dengan otaknya yang berusaha memahami dan mampu menarik sebuah konklusi--versinya sendiri--tetapi Yura tidak semudah itu menyakinkan sebuah konklusinya begitu saja. Sebab, di halaman selanjutnya terdapat halaman yang polos bewarna putih. Buku itu masih kosong dan beberapa halaman lagi terdapat tulisan lain. Tetapi, pria itu tidak melanjutkan tentang yang dia ceritakan pada halaman yang sebelumnya (halaman yang robek itu).
Yura sempat tidak menyangka karena dirinya dengan setega itu dan semudah itu Yura melupakan'nya' dengan begitu cepat tanpa mengetahui kehidupan pria yang berjasa bagi Yura disaat masa kecilnya, karena kedua orang tuanya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Sekarang dirinya tidak menyangkal bahwa dirinya ini sama seperti orang jahat yang dengan segampang membalikkan telapak tangan untuk melupakan Yunas--pria yang sudah menyimpan kenangannya sendiri bersama Yura dan dirawat seapik mungkin. Bahkan tempo hari, Yura melihat buku itu seperti buku biasa yang terjatuh namun sekarang, pandangannya tak pernah lepas dari buku hijau yang terbuka di depannya dan menambahkan kesan manis di hati Yura.
Flasback on 2010 in Jeju.
Yura : 9 tahun
Yunas : 12 tahun
"Hikss~" seorang anak perempuan yang meringkuk--menekuk kedua kakinya dengan kepala yang tertunduk menempel dengan lutut-- sembari menangis di bawah pohon, tangisanya tak berhenti malah semakin kejer yang membuat atensi anak laki-laki itu menatapnya lalu menghampirinya dengan tatapan bingung.
Tangannya terulur mengusap puncak kepala anak perempuan itu dengan lembut lalu memposisikan dirinya yang mengharuskan mensejajarkan dengan anak perempuan itu, dirinya berjongkok. "Yura menangis?"
Anak perempuan itu mendongak, mendapati seorang anak laki-laki yang sepertinya berusia lebih tua darinya itu segera menghentikan tangisanya yang kejer. "Yunass~bantu Yura bangun, kaki Yura sakit karena terjatuh dari sepeda."
Anak laki-laki itu mengangguk, "baiklah. Akan aku obati dulu lukanya." Yunas beranjak dari tempatnya untuk kembali ke rumahnya yang berada di samping rumah Yura. Tak lama, Yunas itu datang dengan membawa tisu basah dan plester kemudian mulai membersihkan luka itu.
"Shh~auw! Sakitt." Yura meringis kesakitan dan Yunas mengusap dengan tisu disekitar lutut dan tempurung kaki dengan pelan agar Yura tidak kesakitan nantinya.
Setelah selesai membersihkan luka, Yunas menempelkan plester bergambar binatang satwa yang sangat lucu tepat di lutut dan di tengah tempurung kaki Yura. "Ayah sama ibu Yura tidak ada?"
Anak kecil itu menggeleng, "tidak. Mereka sedang sibuk bekerja lagi." Lantas anak laki-laki itu membolakan kedua matanya mendengar penuturan anak perempuan itu.
"Yura tinggal bersama siapa?"
"Bibi Cici."
"Bibi Cici kemana?"
"Bibi sedang tidur di dalam. Yura melakukan ini secara diam-diam karena ibu selalu melarang Yura dan bibi Cici tahu juga kalau ibu melarang Yura. Jadi, bibi tidak akan mengizinkan Yura bersepeda padahalkan Yura ingin sekali bersepeda."