Junior Love Senior

Aniela
Chapter #1

Chapter 1

“Beneran nggak lulus!” jerit Melty sambil meremas selembar kertas di tangannya.

“Perkalian matriks orde 6×6 dalam satu menit? Mereka kira otak kita setara Einstein apa?!” sahut Fajar yang juga tidak kalah kesalnya.

Semua mahasiswa fisika angkatan 2015 tampak frustasi dengan lembar jawaban masing-masing. Orang-orang di dalam Laboratorium Fisika Komputasi dan Pemodelan memang tidak pernah mempermudah mereka untuk masuk praktikum. Soal tes masuk yang menjadi salah satu persyaratan masuk praktikum—terlalu susah dan tidak masuk akal. Asisten laboratorium itu juga terkenal tidak ramah kepada praktikannya.

Berbeda dengan Rian yang menyandar di balik tembok laboratorium sialan itu dengan tenang. Matanya menerawang jauh ke langit pagi yang masih tertutupi oleh embun. Menghirup udara segar yang sebentar lagi hilang ditelan oleh karbon monoksida. Diusir dari laboratorium bukan suatu hal yang membuatnya putus asa. Justru ia bersyukur karena bisa pulang ke rumah dan tidur setelah bergadang menyelesaikan perhitungan Eliminasi Gauss.

Melty melirik Rian kesal. Sebagai mahasiswa yang terkenal ahli di bidang Fisika Matematika—seharusnya Rian protes dengan ketidakadilan ini.

“Yan!” teriak Melty, “frustasi, kek! Kamu yang pinter aja nggak lolos!”

“Rian aja nggak bisa jawab, apalagi kita.” Fajar juga menanggapinya dengan dingin.

“Tapi, Rian bisa santai. Dia dibawah bimbingan asisten malaikat. Kak Adelia. Nilai laporan di atas 85 semua.”

Pengecualian, Adelia adalah makhluk pertama dan satu-satunya asisten yang paling baik dan tidak pelit nilai di laboratorium terkutuk itu.

“Kenapa, ya? Kak Adel bisa nyempil di sarang jin begitu?”

“Kak Adel nggak salah pilih minat bakat di komputasi?”

“Itu yang sebenarnya yang pengen aku tanya ke Kak Adel. Nggak ada sejarahnya, asisten di lab itu ada yang berhati malaikat.”

Baru saja disebut, si pemilik nama berjalan melewati kerumunan praktikan. Senyuman manisnya mampu membuat wajah adik tingkatnya berubah cerah seketika. Auranya memancarkan energi positif di setiap langkah kaki kurusnya. Semua yang tertunduk lesu—kini melambaikan tangan. Berebut menyapa sang senior yang dijuluki malaikat tanpa sayap.

Terkecuali Rian yang masih memasang tampang datar. Meskipun mata tajamnya melirik sekilas seniornya yang berjalan melewatinya.

“Iya, Pak. Saya ke Laboratorium Oseanografi sekarang.”

Hanya itu kalimat Adelia yang terdengar oleh Rian. Sepertinya sedang berbicara dengan Pak Raka, dosen muda yang menjabat sebagai Kepala Laboratorium Oseanografi.

“Kak Adel akrab banget sama Pak Raka, ya? Mereka pacaran?”

Rian tahu itu suara Melty. Dia juga tahu—pembukaan sesi ghibah yang akan berujung menjadi fitnah berkepanjangan.

“Mereka dari daerah yang sama. Dengar-dengar, mereka tetanggaan dari kecil. Wajar aja akrab. Nggak mungkin sampai pacaran, deh!” sahut teman sekelasnya lagi.

Bagus. Kali ini Rian sudah mendapatkan satu informasi yang sebelumnya tidak diketahui.

Adelia dan Pak Raka berasal di daerah yang sama.

“Semoga aja mereka nggak pacaran. Pak Raka masih satu spesies dengan Kak Hana dan pengikutnya. Nggak level dengan Kak Adel,” ujar Melty.

Lihat selengkapnya