Adelia berdiri menyisir pesisir seperti juru penyelamat. Matanya sengaja ditutupi dengan kacamata hitam sebagai properti penyamaran. Seingatnya, Pantai Muara Badak bukan pantai favoritnya Raka. Semoga saja Raka beserta rombongannya menikmati pantai di Balikpapan. Tapi, Adelia harus waspada jika sewaktu-waktu ada yang mengenalnya.
Ibu Halimah berdiri di samping Adelia dan berjongkok ketika ombak datang menghampiri. Meletakkan setangkai mawar merah dan membiarkannya terombang-ambing ke tengah laut.
“Bapak pasti senang, anak lanangnya ikut main ke pantai. Biasanya dia ogah kalau diajak liburan.”
Adelia melirik Rian yang berdiri sedikit jauh dari mereka.
“Kenapa tiba-tiba ikut?” tanya Adelia, sedikit kesal. Janjinya kan hanya berdua dengan Ibu Halimah.
Ibu Halimah berdiri dan meregangkan otot lengannya. “Kamu nggak peka, ih. Mama aja peka.”
“Maksudnya?” tanya Adelia, keheranan.
Ibu Halimah hanya tersenyum, tidak terlalu menanggapi pertanyaan Adelia. “Senang aja... bisa melihat banyak perubahan.”
Adelia masih tidak bisa mencerna kata-kata Ibu Halimah. Mulutnya terbuka saja sedikit.
“Mama mau nyiapin makan dulu dan jangan dibantu! Mama mau berkreasi.”
Adelia manggut-manggut saja dan melaksanakan perintah Ibu Halimah. Dia kembali menatap Rian yang masih termenung. Mungkin lagi kangen dengan ayahnya.
Adelia berjalan pelan-pelan menuju punggung Rian. Berdiri sok keren sambil menyilangkan tangan di dada.
“Kayaknya kamu berpontensi masuk ke minat bakat Oseanografi,” kata Adelia dengan nada yang disengaja dimirip-miripkan dengan Rian. Berharap cowok itu kaget dan merasakan hal yang serupa.
Tapi Rian tidak bergeming. Menoleh saja enggan.
Adelia kembali ke mode biasa setelah gagal meniru Rian. Dia melangkah ke depan agar sejajar dengan cowok itu.
“Woi!” panggil Adelia lagi. Takut jika Rian kesambet hantu air.
“Aku sudah memutuskan ikut mata kuliah pilihan di Instrumentasi.”
“Di Instrumentasi itu—didominasi mata kuliah Pak Sugiono, loh. Dia benci cowok ganteng.”
Rian menoleh ke arah Adelia sambil menyunggingkan senyum nakal di bibir tipisnya. “Jadi aku ganteng?”
“Bu... bukan itu!” sahut Adelia salah tingkah sendiri. “Tapi, realita aja, dong. Gini-gini mataku nggak buta!”
Rian kembali menatap ombak, lalu menghembuskan napas panjang. “Aku nyari yang banyak rumus fisikanya. Instrumentasi atau Fisika Medik.”
“Seleranya jauh berbeda denganku.”
Rian kembali melirik Adelia yang berpenampilan serba kuning dari atas ke bawah. Hanya kacamatanya saja yang berbeda warna.
“Kamu ngapain pakai dress kuning mentereng begitu? Bikin sakit mata.”
“Biar tampil mencolok, dong! Kalau semisalnya ilang, nemuinnya gampang.”
Adelia melakukan peregangan badan sambil menghirup dalam-dalam aroma air asin yang berhembus. Adelia menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Ketika menghadap ke kiri, Adelia terkejut melihat rombongan Raka yang baru datang. Secepatnya ia merangkul leher Rian dan menyeretnya menjauh dari zona berbahaya.