Pagi yang tidak menyenangkan, Adelia bersiap mengemas barang-barangnya untuk menghadiri acara Telusur Sungai Mahakam yang akan dilaksanakan hingga 3 hari 2 malam. Dilihatnya lagi nama Hana yang sudah dicoret dan digantikan oleh namanya.
Alasan saja, tuh, anak. Dia memang tidak suka menjelajahi sungai.
“Kaget banget. Tiba-tiba nama kamu muncul sebagai peserta,” kata Erna, teman satu kost-nya. Jurusan Kimia yang satu kampus dengan Adelia.
“Bagus, deh. Kebetulan lagi pusing sama masalah hidup.”
Erna masuk ke dalam kamar Adelia dan duduk di tepi ranjangnya.
“Adik tingkatku, si Rani, ngotot minta kuota peserta dari Pak Dekan. Tapi dimarahin habis-habisan.”
“Dimarah sama Pak Darius? Kenapa?”
“Ketahuan kalau mau ketemuan sama pacarnya yang di kampus Kehutanan.”
“Kalau itu, sih, memang nggak dibolehin sama Pak Dekan.”
Adelia meregangkan badannya yang kaku. Diliriknya pesan masuk dari Raka yang tidak berhenti semenjak tragedi kemarin. Bukannya menyelesaikan masalah dengan calon istrinya, malah menambah perkara. Tentu saja Adelia tidak akan menghiraukan pesan masuk bahkan panggilan dari Raka.
Sebenarnya, ia menunggu panggilan dari orang lain.
“Ah! Kesalnya!” jerit Adelia yang sebenarnya muak dengan pikirannya sendiri.
Adelia melempar hp-nya ke tepi ranjang karena merasa kecewa bahwa, Rian tidak berniat menanyakan kabarnya. Cowok itu sama sekali tidak khawatir dengan kejiwaannya—setelah dilabrak oleh perempuan menakutkan.
Cowok cuek yang sering muncul di perfilman—tidak seindah kenyataan.
“Mati aja sono!” jerit Adelia lagi.
Praaang!
Adelia dan Erna kaget dan spontan menatap sumber suara yang diduga adalah pecahan kaca. Pigura fotonya jatuh dan kacanya berserakan di mana-mana. Lalu hp-nya...
“Hp-kuuuuu!” jerit Adelia lagi, ketika menyadari hp-nya sudah terjun bebas dari lantai dua. Adelia tidak menaruh harapan setelah melihat puing-puing hp yang sudah menemaninya selama 5 tahun terakhir.
Alamat bakal diomelin lagi oleh orang rumah.
-oo-