Embusan napas berat terdengar mengisi ruang kamar berwarna biru muda itu. Pemilik kamar baru saja menghempas badannya di atas kasur setelah meletakkan ranselnya di meja belajar. Nata memejamkan mata, berusaha melepas penat. Semenit berlalu dalam keheningan sampai pikiran gadis itu melayang pada kejadian di bengkel tadi.
Ternyata dewi keberuntungan sedang berpihak padanya. Nata diberi kesempatan meninggalkan bengkel itu lebih dulu, motornya sengaja ia titipkan di sana dan akan mengambilnya malam nanti. Ia tidak tahu harus berbuat apa jika Tirta melihatnya. Mau diletakkan di mana wajahnya?
Nata mengubah posisi rebahan menjadi duduk di pinggir kasur. Ia mengambil jurnal berwarna biru yang selalu ia sembunyikan di dalam sarung bantal. Jurnal itu berisi ungkapan hatinya yang tak pernah tersampaikan pada seorang cowok bernama Tirta Derana. Senyum manis bermakna kepedihan terukir di wajah Nata saat membuka halaman pertama jurnalnya.
"Benci dan cinta berbeda tipis." Nata tertawa kencang saat membaca kalimat itu.
Ingatannya kembali pada masa SMA. Kala itu ia sangat membenci Tirta karena kesombongannya. Tirta adalah salah satu siswa terpandai di sekolah dan selalu menjadi sorotan guru dan kaum hawa, jadi wajar saja sifat sombong melekat pada peraih juara kelas selama dua tahun berturut-turut di kelasnya. Kebencian semakin merasuki dirinya saat Tirta menolaknya menjadi teman kelompok pada salah satu pelajaran.
Nata membuang napas lelah hingga bahunya ikut merosot. "Akhirnya gue suka juga sama lo, Ta." Lagi-lagi Nata tertawa mengingat kebodohannya. Ia tidak menyangka bahwa ungkapan benci jadi cinta benar adanya sampai ia sendiri yang merasakan kebenaran itu.
Nata menyudahi kegiatan nostalgianya. Gadis itu meletakkan jurnalnya di atas meja belajar dan memutuskan untuk mandi sore karena badannya semakin lengket akan keringat. Setelah mengambil baju kaus dan training yang akan dikenakannya, Nata beralih meraih handuk di belakang pintu dan bergegas ke kamar mandi.
***
Benda pipih berwarna hitam di atas nakas terus bergetar menandakan pesan masuk. Tirta meraih benda itu tanpa minat. Kegiatan menonton animenya terpaksa ia hentikan. Cowok berambut quiff itu mengecek grup alumni kelas semasa SMA yang ternyata sudah memunculkan ratusan pesan.
Ia pikir isi pesan-pesan itu hanyalah hasil kegabutan dari teman-temannya, tetapi setelah mengecek dan memastikan ia tidak salah lihat, Tirta tertarik untuk terus membaca pesan-pesan itu sampai akhir. Ternyata teman-temannya memutuskan untuk meet up esok hari. Seulas senyum terbit di wajahnya. Bukan karena pertemuan yang membuatnya bahagia, melainkan makanan gratis yang akan ia dapatkan.
"I'm coming," teriak Tirta seraya melempar ponselnya ke atas kasur dengan perasaan bahagia.
Di lain tempat, Nata sedang berpikir keras untuk menentukan keikutsertaannya pada acara meet up besok. Di tengah kekalutannya, Nata membuka grup berisikan dua orang sahabatnya. Ia terus menggulir pesan-pesan dua makhluk berbeda kepribadian itu. Sesekali ia tersenyum membaca pesan Ivy dan Nela hingga melupakan sesuatu yang membuatnya sakit kepala.
Nela: Gue gak mau ikut meet up kalau Nata gak ikutan.
Ivy Gue udah jelas gak ikutan :v
Nata Gimana, yah. Gue pengen tapi gak bisa.
Nela: Si Ivy, lo emang gak perlu ikutan. Lo gak sekelas sama kita.