"Kenapa harus sekarang, sih!" kesal Nata sembari memukul betisnya dengan keras. Nata menoleh ke arah pintu dan langsung mendapati ibunya yang sedang berkacak pinggang melihat tingkahnya.
Hana berdecak seraya menggeleng-gelengkan kepalanya, "Ngapain kamu, Nat? Latihan jadi duyung?" komentar ibunya. Nata mencebikkan bibirnya kesal karena sang ibu tengah melayangkan lelucon di atas penderitaannya.
"Latihan jadi duyung apanya, Bu. Ini kaki Nata gak bisa digerakin," gemasnya.
Hana mengernyit heran, ia lalu mendekati anaknya dan berjongkok di samping Nata. "Kekilir?" Nata menggeleng sebagai jawaban.
Gurat keheranan semakin jelas terlihat di wajah Hana. Ia memegang kedua kaki Nata dan memijatnya pelan. Sadar anaknya duduk di atas ubin, Hana langsung memapah Nata berpindah ke atas tempat tidur. Tak berselang lama, suara anak bungsunya terdengar memanggilnya dan juga Nata. Sepertinya mereka sudah tidak bisa menahan lapar lagi.
"Ya udah, kamu gak usah keluar kamar. Nanti Ibu bawain makanannya ke sini,"putus Hana, kemudian melangkah keluar dari kamar putri keduanya.
Nata menatap kakinya yang sama sekali tak dapat digerakkan. Ia berusaha sekuat tenaga menggerakkan jari-jari kakinya, tetapi hasilnya nihil. Ia beralih memukul-mukul betisnya, sepersekian detik ia kembali terdiam. Otaknya bertanya-tanya, bahkan ia tidak bisa merasakan pukulan itu pada tungkainya.
***
Tirta menyeringai sembari meletakkan ponselnya di atas meja, setelah puas bermain game online bersama beberapa temannya yang ikut berkumpul di salah satu kedai kopi di pinggir jalan. Cowok yang lahir di bulan Maret itu mengusap wajahnya yang kelelahan. Ia meraih ponselnya dan memasukkan benda pipih itu ke dalam saku celana jeans-nya. Tirta melirik teman-teman seperjuangan di masa SMA yang masih betah bergelut dengan ponsel masing-masing. Biasanya, semakin larut malam mereka akan semakin gencar bermain game online.
"Lo ingat gak, waktu sekolah dulu kita sering main game kayak gini pas lagi belajar," ucap salah satu teman Tirta.
"Ingat ,dong. Si Tirta, Fadhil, Raka yang paling gak tahan kalau gak main," sambar cowok berkemeja kotak-kotak hitam di sebelah Tirta.
"Lo juga sama kayak gue," ungkap Tirta sembari menoyor kepala Andras.
Lagi-lagi jejak masa lalu kembali bermunculan. Seakan-akan masa SMA adalah masa yang tak ada habisnya untuk dikenang. Seketika semua yang bermain game menghentikan aktivitasnya, ingin bergabung di ruang nostalgia. Keriuhan kelas, meninggalkan kelas di saat jam pelajaran, bolos upacara demi bermain game online, contekan pada saat ulangan, menjadi topik pembicaraan mereka.
"Gue paling ingat sama cewek-ceweknya, mereka paling gak bisa belajar kalau kita-kita pada ribut, gombalin guru." Raka tergelak di akhir kalimat. Semua pun tertawa mengingat salah satu keisengan mereka.