JURNAL FIORA

Detia Rahman
Chapter #1

MOS #1

“Enam romawi T. Hmmmmm apa ya….?” Fiora berfikir.

“Piramida dari Mesir. Hah? Yang bener aja ni osis minta keajaiban dunia segala, kenapa ga sekalian aja minta tembok China biar warganya juga sekaligus nanti aku bawa.”

“Preman dari China. What? Oke sekalian premannya juga nanti aku bawa deh. Geram Fiora.

“Berisik sekali kau Fio, sedang apa sih?” Tanya sang kakak yang sedang asyik dengan laptopnya yang menampilkan gambar liukan-liukan garis naik turun warna-warni dengan angka-angka yang beragam sebuah seni grafik indah namun menguras pikiran, apalagi ketika melihat sang garis meluncur bebas kebawah layaknya permainan perosotan yang menyenangkan tapi tidak menyenangkan untuk seorang pengusaha. Kakakku adalah seorang pengusaha muda yang idealis sedang merintis usaha sejak lulus D3 Akademi Keperawatan. Perlu digaris bawahi pengusaha idealis dan D3 Akademi Keperawatan. Entahlah.

“Aku sedang mempersiapkan barang-barang yang harus dibawa besok ke sekolah, merepotkan sekali.” Jawab fiora.

“Enam romawi (VI) dan huruf T itu maksudnya VIT, Air mineral merek VIT, kalau piramida dari Mesir itu bacang, dan preman dari China, citato.”

“O begitu… kenapa gak to the point aja mau bacang.” Protes Fiora.

“Yah, gitu aja gak tahu, mungkin supaya otak bebalmu itu bisa dipake untuk berfikir.”

“Sialan kau…”

“Haha… sudah sana cepat ke warung!”

Keesokan  harinya.

Pagi itu Fiora bangun sangat pagi untuk mempersiapkan hari yang akan  dilaluinya di sekolah baru, saat ini dikenal dengan istilah Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah MPLS. Jaman dulu istilanya MOS Masa Orientasi Siswa, kegiatan MOS lebih ekstrime dibandingkan MPLS sebelum menteri pendidikan yang bijak merubah istilah MOS menjadi MPLS, sebagian besar MOS menjadi sangat merepotkan dan menyeramkan bagi sebagian siswa.

“Ibu, kenapa harus ada MOS di dunia ini? Membawa makanan dengan istilah aneh, memakai aksesoris mirip orang gila. Kaya badut kita bu?” Tanya Fiora.

“Masa Orientasi Siswa sejatinya adalah masa pengenalan lingkungan sekolah, memperkenalkan sekolah baru pada anak-anak baru yang akan bersekolah disitu. mungkin semua ini untuk menguji mentalmu Fio. Mereka ingin menguji mental para siswa baru.” Jawab Ibu dengan nada tenang menenangkan Fiora yang terus protes.

“Ya, siswa baru seperti kau yang cerewet harus diuji mentalnya supaya tidak terus-terusan bicara dan mengganggu.” Timpal sang abang.

“Diam kau bang, fokus saja dengan usahamu itu! Paham ibu, tapi tidak adakah cara lain yang tidak menyulitkan seperti ini, macam pembodohan pendidikan saja.”

“Amboi… Gayanya bicaramu seperti pengamat pendidikan saja. Sudahlah! cepat pergi nanti kau terlambat.” Perintah sang kakak.

“Oh iya, Aku pergi dulu ya assalamualaikum ibu, dah…” Fiora berpamitan dengan ibu dan abangnya.

Fiora bergegas menaiki angkot yang akan membawanya ke sekolah untuk hari pertamanya di sekolah. Dengan pakaian aneh menggunakan kaus kaki berbeda warna kanan dan kirinya, tas dari kantong plastik, membawa dot dan papan nama hewan yang tergantung dilehernya juga rambut yang di ikat berantakan dan dipenuhi sedotan berjumlah 31. Ia berlari-lari menuju gerbang sekolah yang hampir sebentar lagi akan ditutup.

“Ah sial, kardus dileherku ini membuat ku sulit bergerak. Rambut ini juga sialan kenapa aku harus lahir tanggal 31.” Fiora terus menggerutu ketika tiba di gerbang sekolah.

“Huh merepotkan sekali semua barang-barang ini. Nyaris saja aku tak bisa masuk tadi sedetik lagi aku telat habislah aku.” seseorang lainnya menggerutu ketika tiba di gerbang sekolah. Seseorang tersebut memutarkan bola matanya dan memasang wajah malas dan kemudian bola matanya tersebut menangkap sosok yang ada di depannya yang juga sama kondisinya dengan dia, ia lalu menghampirinya.

“Hai, kenalkan aku Laila.” sapa seseorang tersebut pada Fiora.

“Oh Hai, kenapa ikat rambutmu cuma satu?” jawab Fiora sambil memperhatikannya.

“Oh ini aku kan memang lahir tanggal satu.”

“Sungguh ini tidak adil. Aku lahir tanggal 31 dan yaris semua kepalaku ini penuh dengan karet dan sedotan.” Keluh Fiora dengan nada yang sangat memprihatinkan.

Laila lantas menutup mulutnya dengan tangan untuk menahan tawanya dan bingung mau mengucapkan apa antara ingin tertawa dan kasihan.

“Hei, cepat baris! Kalian sudah terlambat malah ngobrol disitu.” Teriak kakak kelas di sebrang lapangan upacara.

“Ma… maaf kak!” jawab mereka berdua kompak.

“Lari!!!”

“I.. Iya! Mereka berdua lari compang camping bergegas ke lapangan upacara dan berbaris dengan siswa baru lainnya.

Satu jam kemudian upacara pembukaan acara MOS sudah selesai kemudian dilanjut acara berikutnya adalah kegiatan di kelas masing-masing.

Fiora memperhatikan kelas baru yang ditempatinya sekarang ini. “luar biasa. Kelasnya lebih besar dibanding kelasku dulu di SD ada kipas anginnya juga.” Fiora bergumam dalam hatinya.

Lihat selengkapnya