Jurnal Janda Populer : Mencari Cinta

Ayu S Sarah
Chapter #8

Rapor Cinta Digital Zoya

Waktunya aku memperbarui kabar dunia baruku pada Nuri – sahabatku sejak masa-masa naksir guru SMA yang sama. Sejak aku membuka kedai kopi, kami rutin bertemu di sana. Dulu kami duduk di kantin sekolah, sekarang kami duduk di kedai kopi yang kusinggahi setiap hari. Tapi yang tidak berubah, kami tetap tukar cerita, tukar tawa, dan tukar luka. 

Nuri sudah duduk lebih dulu, mengetik di laptop dengan wajah serius. Begitu aku datang, dia langsung angkat tangannya seolah menyambut bintang tamu yang ditunggu-tunggunya.

“Akhirnya datang juga nih, janda populer!” katanya, lengkap dengan tawa geli yang sudah kuhafal sejak remaja.

Aku menarik kursi sambil menghela napas. “Maaf telat ya, tadi Bima drama karena bekalnya lupa dikasih keju parut, padahal cuma nugget.”

“Dan, lo tuh bisa nggak sih manggil gue, bukan pakai embel-embel janda populer segala?”

“Eh, lo sendiri yang bilang mau embrace status lo. Janda bahagia, janda berdaya, janda dicari swipe kanan!” Dia nyengir. “Gua salut banget, lo tuh juggling antara jadi ibu dua anak, pemilik kedai, dan sekarang top scorer di dating app. That’s like level elite user.

Aku mendesah panjang, “Please, nggak usah dibesar-besarin. Itu bukan prestasi, Nur.”

“Lo dapet 134 match dalam tiga minggu, itu bukan besar, itu tsunami.” Nuri tertawa, lalu memutar layar laptopnya ke arahku. “Anyway, I present to you… RAPOR CINTA DIGITAL ZOYA.”

Di layar muncul spreadsheet dengan kolom warna-warni dan nama-nama pria yang pernah aku chat. Ada kolom rating,ada catatan, bahkan emoji.

“Apa ini?”

Tools evaluasi cowok-cowok lo, dong. Gue bikinin scoring system. Biar lo nggak kecolongan lagi, kayak si Mas Narsis kemarin.”

Aku menatapnya, lalu ketawa ngakak sampai orang di meja sebelah melirik. 

“Lo bener-bener bikin Excel buat cowok-cowok gua? Lo sehat, Nur?”

Dia mengangguk dengan bangga. “Lo tuh kayak main The Sims, tapi cowoknya nyata semua.” Komentar Nuri sambil menunjukkan hasil karyanya. “Nih ya, lo kaya product manager yang butuh KPI[1] buat lanjutin progresnya, biar nggak salah investasi perasaan.”

Aku masih ngakak. “Tapi gue bingung, Nur. Kayanya makin gue buka hati, makin absurd yang masuk. Kadang mikir, gue beneran cari cinta atau lagi ngumpulin konten komedi.”

“Karena lo berharap nemu cinta di tempat yang nggak biasa, dan menurut gue itu keren.”

“Tapi, masa iya cinta bisa dibangun dari swipe atau emoji?” tanyaku sambil menyandarkan punggungku.

Nuri tersenyum santai, lalu berkata, “Zoy, lo pikir cinta digital itu nggak nyata? Orang dulu juga pacaran lewat surat. Surat-surat panjang yang nunggu balasan berminggu-minggu. Sekarang aja medianya beda, emosinya mah tetap sama.”

“Tapi dulu, surat-surat itu terasa lebih tulus. Sekarang? Bisa sambil maen games dan scrolling TikTok     ”

Lihat selengkapnya