Beberapa waktu berlalu, sekarang sudah jam dua belas siang, banyak murid yang pulang, tetapi diperbolehkan karena memang tidak ada pembelajaran.
Akhirnya kami juga pulang pada jam dua belas siang. Pulang ke rumah masing-masing, mengganti pakaian, makan siang, dan ke rumahku.
Aku sudah sampai pada rumahku, aku masuk ke kamar, meminta sarapan pada bibi, dan mengganti pakaian. Aku juga sempat mengatakan ke Pak Dima, satpam rumahku untuk membukakan gerbang untuk temanku yang ingin mampir.
Aku juga sempat masuk ke kamar tempat aku menyimpan koleksiku sambil memilah yang menarik, tapi usaha itu sia-sia, karena semuanya tampak menarik, aku memang sering kagum kepada nenek moyang ketika aku melihat atau memegang koleksiku ini.
Aku keluar, bibi sudah menyiapkan makan siang, nasi dengan sayur asem yang segar, juga sambal, ikan teri dan kerupuk.
Sebetulnya ini adalah makanan favorit semua orang rumah mulai dari ayah, ibu, sampai satpam dan bibi, makanan ini dimakan ditemani dengan segelas teh dingin yang manis. Menurut ayahku, ini kombinasi yang sempurna, dan memang ini sangat sempurna.
Beberapa menit berlalu, Shina datang, lalu disusul dengan Fandi, Erina dan Aldi. Kini kami sudah berkumpul.
“Sekarang aku pandu kalian ke kamar koleksiku” Aku memandu mereka untuk ke kamar koleksiku.
“Rumahmu besar, tapi sangat aneh jika kamu tidak punya mesin waktu” kata Fandi.
“Aku juga memikirkan hal yang sama” kata Aldi.
“Aku juga” kataku. “Ya, ini dia kamar koleksiku”
Aku membuka pintunya.
“Ini keren” kata Aldi.
Banyak foto lukisan tentang suatu suku, entah itu tari daerah, dan sebagainya.
Selain itu ada juga koleksi yang ditaruh di dalam etalase dengan lampu canggih yang bisa merawat koleksi.
“Ah, aku tahu itu, itu tari piring!” kata Fandi.
“Aku lebih tertarik dengan tari topeng” kata Erina.
“Yang mana saja bagus, semuanya hebat” kata Shina.
“Ya, aku setuju dengan Shina” kataku.
Kami sibuk memandangi.
“Tunggu dulu, apa ini?” tanya Aldi dari tempat yang berbeda dari tempat aku dan yang lain berdiri.
Aldi memandangi sebuah pedang.
“Wow itu keren!” kata Fandi yang langsung menghampiri Aldi.
“Apa ini?” tanya Aldi.
“Itu Mandau Dayak” jawabku singkat.