Jurnal Perjalanan Siswa

Alif Rizaldy Azra
Chapter #11

Chapter 11

Sesaat kemudian, kami tiba di masa abad ke 17, terlihat Erina, Fandi dan juga Aldi sedang duduk bersama beberapa orang yang tidak ku kenali, mereka semua tampak sedang ingin memakan beberapa makanan yang tersaji di depan mereka.

Orang itu memiliki postur tubuh yang bagus, kulit putih dan rambut dengan poni yang tidak rapi.

“Akhirnya kalian datang juga, kami semua sudah menunggu bahkan lebih dari sepuluh menit terakhir!” kata Fandi dengan nada yang seperti biasa, sewot tak karuan.

“Kalian itu hanya mengambil kotak kaca di gudang rumah Dika kan, kenapa lama sekali, sih!” lanjut Fandi dengan nada sebal.

“Ya, kalian memang lama” kata Aldi menanggapi.

“Jujur saja, kalian memang lama sekali, astaga, apa yang kalian lakukan, atau mungkin kalian menemukan beberapa masalah hingga kalian harus menyelesaikan masalah itu dulu?” tanya Erina khawatir.

Menurutku, Erina khawatir karena kami melakukan perjalanan waktu, sepertinya ia sudah mengerti konsekuensinya, bagaimana tidak, ia sudah berteman dengan Shina lebih dulu dari kami semua, mungkin tiap hari ia sudah dicekoki banyak sekali rangkuman tentang perjalanan waktu, tidak terkecuali dengan masalah yang ditimbulkan.

“Kami mengalami beberapa masalah, laki-laki yang satu ini terlalu banyak bertanya tentang mesin waktu, kamu tahu sendirikan bagaimana aku saat menjelaskan mesin waktu, Erina?” kata Shina menjelaskan.

“Ya, aku memang terlalu banyak bertanya, tapi ada satu masalah yang lebih penting dari ini” kataku.

“Aku paham betul saat Shina menjelaskan pengertian dan konsep tentang perjalanan waktu, ia seolah-olah berubah menjadi dosen dadakan yang mengejari orang yang bertanya tentang itu, dan biasanya Shina menerangkannya dengan panjang” kata Erina.

Erina kemudian menatapku, “Aku mengerti tentang apa yang kamu maksud dari masalah yang lebih penting dari ini, Dika”.

Erina menatapku, aku tahu dia akan segera mengerti kata-kataku. Maka di sinilah aku menunggu jawaban dari Erina.

“Kami yang sedang menunggu kalian karena kalian cukup lama, lalu kami diserang oleh seekor beruang” jelas Erina, “Lalu ternyata beruang ini adalah milik paman ini, beruang itu menyerang kami karena, mungkin insting memburunya saja, ia mengira kita orang jahat yang mau merampok rumah atau ya, sebagainya”.

“Oke, lalu apakah kita tidak apa-apa, maksudku, tadi barusan aku dan Shina... Kau seharusnya tahu” kataku, aku khawatir karena aku dan Shina baru saja datang dari masa depan, muncul begitu saja di depan orang-orang suku Dayak, akan langsung memberi dampak fatal untuk masa depan.

“Tidak apa-apa, yang membuatnya lebih mengejutkan dari pada kedatangan beruang ini adalah, dia juga berasal dari masa depan” kata Fandi dengan wajah yang berdebar-debar.

“Masa depan?” tanyaku.

Sebenarnya saat Shina sudah menjelaskan tentang teori perjalanan waktu dan kisah ayahnya, Shina sempat mengatakan bahwa kenyataan manusia bisa pergi ke masa depan adalah rahasia yang sangat rahasia, bahkan lebih rahasia dari pada kertas ujian nasional.

“Maksudku, dari hari yang sama saat kita melakukan perjalanan untuk ke abad ini?” tanyaku melanjutkan.

“Tidak, dia sudah melakukan perjalanan waktu dan menetap di masa ini karena ada beberapa keperluan” kata Aldi.

“Keperluan apa?” tanya Shina berbisik pada Erina.

“Paman ini mengatakan bahwa dia juga sama seperti kita, datang dari masa depan karena ada ingin mengobservasi budaya Dayak, bedanya, kita kesini karena tugas tahunan sekolah, sementara dia kesini karena pekerjaannya yang menuntutnya untuk melakukan ini, dia bilang bahwa ia ingin meneliti suku Dayak Laut, atau biasa disebut suku Iban” kata Erina membalas bisikan Shina dengan bisikan juga.

“Suku Dayak Laut?!” kataku kaget sambil bertanya apakah aku tidak salah dengar.

“Ya” kata paman itu.

“Suku Dayak Laut, atau biasa di sebut Orang Iban adalah salah satu suku dari Dayak, yang katanya sempat memenggal ratusan kepala tentara Jepang, mereka juga suka memajang tengkorak musuhnya yang habis dipotong” kataku agak sedikit ngeri.

“Wah, kamu tahu banyak ya?” kata orang itu.

“Tapi sebelum kita membahas lebih lanjut, aku harus memperkenalkan diriku” kata orang itu.

“Perkenalkan, aku adalah Rais, kalian bisa panggil aku paman saja, aku juga salah satu pekerja arkeolog, aku kesini, ke zaman ini, hanya untuk mencari pemukiman warga Suku Dayak Laut saja untuk keperluan mencatat koordinatnya” kata paman Rais menjelaskan.

“Mencatat koordinat untuk apa?” tanya Fandi dan Aldi. Mereka memang belum pernah mendengar penjelasannya langsung dari Shina.

Sementara paman Rais sibuk menjelaskan tentang apa itu koordinat ruang dan waktu, dan menjelaskan alasan kenapa harus dicatat, aku dan Shina yang memang dari awal menjaga jarak dari paman ini langsung bingung seketika.

“Kalian pasti membingungkan hal yang sama dengan apa yang aku bingungkan” kata Erina mendekat.

Erina juga sudah paham tentang konsep ruang dan waktu berkat Shina yang selalu menjelaskannya. Jadi dia bisa meninggalkan pembicaraan itu.

“Kalian pasti bingung kenapa seorang arkeolog paham betul tentang konsep ruang dan waktu, kalian juga pasti bingung kenapa dia harus mencatat koordinatnya bukan?” tanya Erina.

“Jadi kamu juga curiga padanya?” tanyaku.

“Ya, aku bersikap baik hanya untuk membuatnya merasa aman, aku takut dia adalah orang jahat, jika seorang penjahat merasa aman dan mencoba mencuri hati orang-orang di sekitarnya sebanyak mungkin, dan sengaja dibiarkan hidup agar saat ia tertangkap, ia bisa memanfaatkan orang-orang itu, sebaliknya, jika kita merasa tidak nyaman, dia pasti berpikir bahwa kita mencurigainya, untuk mengurangi orang yang mencurigainya, dia pasti akan membunuh kita, untung saja yang pergi kalian berdua, dan dua orang yang tidak tahu apa-apa ini tetap tinggal, itu keputusan yang bagus, kalian sangat tajam dan kritis, kalian pasti akan merasa tidak nyaman, tidak seperti mereka” kata Erina berbisik panjang sekali.

“Bagaimana kamu bisa berpikir seperti itu? Kamu pernah melakukan tindak kriminal sebelumnya?” tanyaku.

Lihat selengkapnya