Tidak lama sejak kami keluar dari hutan, berjalan kaki sedikit dan kami langsung menemukan pemukiman, ada beberapa rumah khas suku Dayak, besar, panjang, dan berbentuk rumah panggung yang megah, inilah tujuan kami.
“Bagaimana, ini adalah satu-satunya caraku menolong kalian” kata paman Rais.
“Tidak apa, ini sudah cukup membantu kami” kata Erina.
Sebetulnya jika kami mau berbicara jujur, sebenarnya bantuan dari paman Rais tidak begitu berguna, kami juga sudah tahu ada pemukiman, kami juga bisa menggunakan rute yang paling aman.
“Oh ya, bagaimana dengan pedang canggih praktis ini?” tanyaku membuyarkan pemikiran tentang bantuan dari paman Rais yang tidak terlalu berguna.
“Ambil saja sebagai kenang-kenangan” kata paman Rais lembut.
Kami semua berterima kasih sekali lagi kepada paman Rais. Fandi saat itu sangat senang, biasanya ia akan bersorak-sorai dan kegirangan, tetapi ia harus menahan rasa gembiranya itu karena tidak ingin mengundang perhatian.
Kami semua memegang pedang canggih itu, memandangnya, aku berpikir sepertinya ini berguna. Tidak semua pemberian dan pertolongan dari paman Rais tidak berguna, ia memberi pengalaman, yang mungkin saja berharga.
“Baiklah, mungkin ini perpisahan yang tepat untuk kita” kata paman Rais.
“Ya, dan terima kasih atas bimbingan perjalanannya, pengalaman berharga, pedang canggih yang cukup praktis, dan terima kasih juga atas roti-rotinya” kata Erina.
Sepertinya keraguan Erina kepada paman Rais sudah memudar, sedari tadi ia sudah seperti klopnya dan tidak sedikit juga gagasan yang mereka berikan itu sama, mereka seperti pemimpin.
Erina dan paman Rais saling berjabat tangan, menandai bahwa segala perjanjian atau kerja sama sudah berakhir di sini.
Paman Rais berjalan, semakin lama semakin jauh, sepertinya ia sedang mencari beberapa informasi tambahan untuk sampai ke Suku Dayak Iban.
Fandi terlihat agak kurang menerima perpisahan ini, terbukti dari wajahnya, mereka ini, yaitu Fandi dan paman Rais memang seperti sudah klopnya.
“Sudahlah, setiap kedatangan pasti akan ada kepergian, prolog akan ada epilog” kataku menenangkan.
“Ya, cobalah untuk lebih menerima kenyataan, Fan” kata Aldi juga ikut menenangkan.
“Dan yang terpenting adalah” kata Shina sambil mengeluarkan lensa kacamata pengintai kepada Fandi.
“Ya, terima kasih” kata Fandi sambil menerima lensa kacamata pengintai itu.
“Lari!” kata seseorang dari kejauhan dengan raut wajah panik.
Orang itu berteriak sambil menginstruksikan untuk lari sejauh mungkin. Orang-orang yang awalnya berlaku biasa saja langsung berlarian, terlihat di belakang orang yang berteriak-teriak ada paman Rais yang juga ikut berlarian, jika orang seperti paman Rais saja ikut berlari, maka kami juga akan menyimpulkan bahwa itu sangat berbahaya, makanya kita semua, ikut berlari.
Setelah berlari, akhirnya karena merasa berlari cukup jauh, orang-orang bertanya kepada orang yang memulai berlari dan berteriak.
“Sebenarnya ada apa?” kata orang-orang.
Suasana ricuh, ada yang panik dan ada juga yang masih kebingungan.
“Orang ini berjalan dengan beruang, lalu beruang itu diterkam oleh harimau dan sekarang kedua hewan itu sedang bertarung!” kata orang itu sambil menunjuk ke arah paman Rais.
“Berjalan dengan beruang?” kata beberapa orang sambil berbisik-bisik.
“Bagaimana mungkin manusia berjalan dengan beruang?” kata sebagian orang.
“Mungkin saja!” kata sebagian orang lagi.
“Buktinya ada!” kata beberapa orang.
Suasananya sangat ricuh, bahkan paman Rais saja kebingungan mencari cara untuk mengontrol situasi ini.
“LIHAT ITU!” kata seseorang sambil menunjuk ke arah tempat kejadian beruang milik paman Rais dan harimau sedang berkelahi.
Terlihat ada seorang pemuda, berlari cepat, lalu dengan sigap mengeluarkan suatu belati dari pinggangnya.
Dengan berani dan tangkas, orang itu berlari dengan cepat, seketika orang itu sudah berada di depan harimau yang berdiri dengan dua kaki untuk mengoyak beruang.
Seorang pemuda itu mengarahkan tangan kanannya dari kiri, menghadapkan bagian tertajam dari belati itu, lalu dengan sekuat tenaga, pemuda itu mengayunkan tangannya dari kiri ke kanan, membuat dada depan dari harimau itu terkena luka.
Darah harimau itu terus mengucur, siapa saja pasti akan kaget terkena serangan kejutan yang cepat dan kuat dari pemuda itu, tidak terkecuali dengan harimau yang merupakan makhluk buas sekalipun.
Dengan memanfaatkan beberapa detik saat harimau terkaget, pemuda yang berani itu menendang kepala harimau itu sekuat tenaga, lalu melompat ketas, memutarkan badannya dan menghunuskan belatinya.
Pemuda itu yang semula berada di depan harimau, langsung berada di belakang harimau.
Kami tidak tahu siapa pemuda itu, akan tetapi kami mempercayai akan sati hal, bahwa pemuda itu sangat kuat.
Pemuda itu berteriak “Sudah aman, kalian semua bisa kembali ke sini, melakukan aktivitas dan apa pun pekerjaan kalian yang terpotong karena ulah harimau ini!”.
Kalimat seruan dari pemuda itu membuat orang-orang yang semulanya panik dan berlari menjauh, kini membuang napas panjang tanda lega dan berjalan kembali ke tempat semula mereka.
Kami mendekati paman Rais.