Jurnal Perjalanan Siswa

Alif Rizaldy Azra
Chapter #15

Chapter 15

“Apa maksudnya?” tanyaku kepada semuanya.

“Maksudnya apa yang kamu maksud?” tanya Shina menoleh kepadaku.

“Mungkin maksudnya tentang masa lalu Djata” kata Erina menebak.

“Ya, dia bilang ibunya telah menunggunya di alam yang berbeda, itu sudah cukup menjelaskan bahwa ibunya sudah tiada, lalu selanjutnya ia mengatakan bahwa semua orang yang ia kenal pasti tahu bahwa ia akan segera menyusuli ibunya. Maksudku adalah, bagaimana mungkin ia percaya bahwa ibunya menunggunya dan bagaimana mungkin juga ia percaya orang yang mengenalnya tahu ia akan mati?” tanyaku sambil menerangkan apa yang aku pertanyakan.

Kami semua saling melirik, dari wajah kami semua, menunjukkan bahwa tidak ada satu pun dari kami yang mengetahui maksudnya. Karena memang terlihat aneh dan mencurigakan.

“Mungkin saja bukan dia yang percaya bahwa ia akan mati, tapi mungkin ia lah orang yang akan membuat dirinya sendiri menyusul ibunya, lalu orang-orang yang mengenalnya tahu bahwa ia akan mengakhiri hidupnya” kata Aldi membuka suara.

“Tapi jika itu benar, maka dapat disimpulkan bahwa ia benar-benar frustrasi, tapi dari responsnya saat ia menanggapi kita semua dan bagaimana cara ia berbicara sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda frustrasi” kata Fandi mengeluarkan beberapa argumen yang bisa mematahkan pendapat Aldi.

“Jika memang benar ia ingin mengakhiri hidupnya, kenapa ia tidak menyerahkan diri kepada harimau itu tadi saja” kata Shina yang juga ikut membantah perkiraan Aldi.

“Masuk akal” kata Aldi.

“Aku sendiri memikirkan masa lalunya, bisa saja ia telah melewati masa lalu yang kelam, lalu dari masa lalu itulah yang memaksanya menjadi kuat, lalu mengakhiri hidupnya atau mungkin hidup dialah yang akan diakhiri oleh orang lain, orang lain yang akan mengakhiri hidupnya inilah orang yang dimaksud orang yang tahu ia akan menyusul ibunya dari perkataan ia sendiri” kataku menerangkan pendapatku.

“Ah, itu juga masuk akal” kata Aldi.

“Tapi bukan jitu yang aku khawatirkan” kata paman Rais.

Kami semua menatap paman Rais, menunggu pendapatnya tentang apa yang ia khawatirkan dari Djata.

“Aku khawatir bahwa ia mengidap suatu penyakit yang belum ada obatnya” kata paman Rais, “Tentu aku sendiri tidak ingin mempercayai hipotesisku ini, tapi jika kita hubungkan kematian ibunya, bisa dipikirkan bahwa ibunya meninggal karena penyakit, lalu ia tertular dan semua orang yang mengenalnya tahu ia akan mati juga sama seperti ibunya, di zaman ini bisa ada kemungkinan penyakit yang belum ada obatnya, namun di zaman kita sudah ada” lanjut paman Rais.

“Pokoknya banyak sekali kemungkinan, kita bayangkan saja kemungkinan terburuknya, tetap bersiaga dan jangan lengah untuk misi kita, jam sudah memasuki pukul satu siang” kata Erina.

Kami kembali fokus kepada misi kami, walau rasanya susah untuk menyingkirkan pikiran tentang Djata.

Kami lenggang satu menit, karena memang tidak tahu harus melakukan apa, Fandi mengoperasikan kamera pengintai canggihnya itu untuk mengambil beberapa aktivitas warga.

Paman Rais terlihat sedang mengusap-usap kepala beruang modern dengan berbagai macam teknologi canggih di dalamnya. Mungkin ia sedang memikirkan nama yang tepat untuk beruang modernnya itu.

“Jadi apa yang harus kita lakukan?” tanyaku.

“Selesaikan saja tugas kita terlebih dahulu, waktu kita tidak banyak” perintah Erina.

“Baiklah, selesaikan saja dulu, Fandi operasikan kamera pengintai milikmu itu dengan semaksimal mungkin” kataku menanggapi perintah Erina, lalu memberi instruksi kepada Fandi.

“Ya ya, aku tahu itu” kata Fandi menjawab instruksiku dengan singkat.

“Ada apa? Kamu seperti sedang fokus dengan sesuatu” kata Aldi kepada Fandi.

Memang benar, Fandi terlihat seperti sedang fokus terhadap sesuatu, hal ini bisa dibuktikan dari responsnya saat menanggapi perintah dan instruksi dari Erina dan aku.

“Ya, kamera pengintai ini sedang mengambil video, beberapa orang yang sedang mentato punggung mereka” mata Fandi.

Lihat selengkapnya