Jurnal Perjalanan Siswa

Alif Rizaldy Azra
Chapter #24

Chapter 24

Setelah berhasil menjauh dari Djata. Mery kembali ke mode dengan ukuran tubuh normalnya.

Lalu kami turun, dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan.

“Jam berapa sekarang?” tanya Aldi kepada Fandi.

“Jam dua lewat empat puluh lima menit” jawab Fandi singkat.

“Tak bisakah kita beristirahat terlebih dahulu?” kata Aldi. “Kakiku sangat amat sakit, kakiku ini tertusuk batu kerikil saat bertarung tadi” lanjut Aldi.

“Memangnya alas kaki milikmu itu ke mana?” tanya Fandi kepada Aldi.

“Terjatuh saat aku menggunakan kakiku untuk menendang-nendang mereka” jawab Aldi.

“Ya, kita akan beristirahat sebentar untuk mengobati kakimu itu, terlebih lagi adalah Dika, kamu yang paling sering berlari untuk mencegah musuh mendekati kami” kata paman Rais membalas Aldi yang kemudian dia menatapku.

“Benar juga, aku berlari ke sana dan ke mari” kataku. “Selain beristirahat, sepertinya aku juga butuh sedikit makanan dan air” lanjutku.

“Ah, usulmu itu ada benarnya juga, atau bahkan seratus persen benar” kata Aldi membalasku, ia sudah bersender ke batu dan meluruskan kakinya, terkadang ia menggerak-gerakan kakinya.

“Untung saja aku membawa satu bungkus roti dan keju, tetapi aku tidak membawa air” kata paman Rais ngos-ngosan.

“Tunggu, di mana kamu menyimpan satu bungkus roti itu?” tanya Fandi.

“Alasan kenapa perut Mery sangat besar adalah selain karena berisi teknologi, perut itu juga berisi makanan” jawab Shina menjelaskan dengan singkat kepada Fandi.

“Tapi kenapa tidak bawa air juga?” tanyaku.

“Guncangan, jika ada guncangan dari sesuatu yang tidak kita ketahui yang membuat Mery kenapa-kenapa, guncangan ini akan membuat air tumpah atau bocor, air yang bocor bisa membuat alat rusak, atau parahnya Mery meledak, saat Mery menggunakan mode lari super cepatnya itu, sebenarnya itu cukup banyak memberi guncangan, dan bayangkan ada air di dalamnya dan air itu tumpah ke mesin, lalu meledak saat seseorang atau beberapa menaikinya” kata Shina menjelaskan lumayan panjang sambil memberi contoh yang mengerikan.

Paman Rais sudah mengambil roti dan kejunya. Kami mengambil roti dan kejunya masing-masing satu. Rotinya berbentuk seperti roti tawar biasa dan bentuk kejunya adalah tipis dan berbentuk persegi yang luasnya sama seperti luas roti itu sendiri.

“Oh iya, kenapa tidak membawa air dengan gelas plastik saja?” tanya Fandi dengan mulut yang penuh dengan roti.

“Akan menimbulkan sampah, kita tidak boleh mengotori tanah yang masih bersih ini dengan sampah dari masa depan yang bahkan penguraiannya sangat amat lama” kata Shina menjelaskan.

“Selain itu, mesin yang panas bisa saja membuat plastik meleleh jika plastik itu tipis dan lemah” kata Shina melanjutkan. “Bayangkan mesinnya terbakar saat seseorang atau beberapa orang sedang menungganginya” lanjut Shina lagi dengan memberi contoh yang menyeramkan lagi.

“Masuk akal” kata Fandi. “Lalu bagaimana cara kita mencari air?” lanjut Fandi yang lagi-lagi bertanya.

“Ada danau di sekitar kita, aku sudah mengambilnya” kata paman Rais. Ia mengantisipasi situasi kondisi ini dengan lebih tenang, akan tetapi sangat cepat. Ia memang seorang profesional dari departemen ruang dan waktu.

“Bagaimana cara kita tahu bahwa air ini bersih atau tidak?” tanya Erina. Sekarang Erina yang bertanya. Fandi? Ia sibuk dengan rotinya.

“Hidung Mery dilengkapi dengan teknologi yang bisa membedakan air kotor atau air bersih, lagi pula, danau di zaman ini juga berbeda” kata paman Rais sambil menyodorkan wadah yang berisi air ke beberapa centimeter dari hidung Mery.

“Bagaimana cara mesin ini memberi tahu bahwa air ini bersih atau kotor jika ia sudah memberikan jawabannya?” tanya Erina lagi. Fandi masih sibuk dengan rotinya, ia menyisakan keju dan memakan roti terlebih dahulu, ia sepertinya berniat memakan keju itu sendiri tanpa ada tambahan makanan apa pun.

Lihat selengkapnya